Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) membidik pencatatan efek baru sebanyak 407 pada 2025. Adapun pencatatan efek itu mulai dari saham, obligasi, sukuk waran terstruktur, ETF, DIRE, DINFRA, efek beragun aset (EBA).
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menuturkan, pihaknya optimistis stabilitas politik setelah pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia dapat mendorong kepercayaan investor dan meningkatkan minat perusahaan untuk menggelar penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO) dan tercatat di BEI.
Baca Juga
“Dengan stabilitas ekonomi domestik yang terjaga dan proyeksi positif atas kebijakan makro akan menjadi faktor pendukung untuk memperkuat daya saing pasar modal Indonesia sebagai destinasi investasi yang atraktif di kawasan ASEAN,” ujar Nyoman kepada wartawan, ditulis Rabu (1/1/2025).
Advertisement
Seiring mencapai target penerbitan efek itu, Nyoman menuturkan, BEI juga memperkuat edukasi dengan tetap fokus pada peningkatan kualitas due diligence untuk menjaga kepercayaan pasar, penyesuaian regulasi yang adaptif, kolaborasi institusi, pengembangan infrastruktur yang berkesinambungan.
Adapun hingga akhir 2024, ada 41 perusahaan tercatat yang mencatatkan saham di BEI. Dari 41 perusahaan itu sektor yang mendominasi antara lain sektor consumer siklikal yang merupakan sektor dengan pencatatan saham tertinggi yakni 13 perusahaan dengan dana dihimpun mencapai Rp 5,7 triliun.
Kemudian diikuti oleh sektor basic materials sebanyak delapan perusahaan dengan dana dihimpun mencapai Rp 1,5 triliun dan sektor energi sebanyak enam perusahaan dengan dana dihimpun mencapai Rp 5,6 triliun.
Sektor Saham
“Prospek dari sektor-sektor ini pada 2025 diharapkan tetap menarik, terutama karena produk-produk dari sektor tersebut merupakan kebutuhan sehari-hari,” kata Nyoman.
Ia mengatakan, optimisme ini ditopang oleh stabilitas ekonomi domestik dengan target pertumbuhan ekonomi dan proyeksi inflasi yang terkendali.
“Selain dari sektor-sektor tersebut, kami juga berharap seluruh sektor dapat bergerak positif sehingga semakin banyak pilihan investasi untuk investor dari berbagai sektor. Dukungan program pemerintah baru juga kami harapkan berkontribusi menciptakan lingkungan yang semakin kondusif bagi aktivitas bisnis dan perekonomian,” kata dia.
BEI membidik 66 penawaran saham perdana pada 2025. Hingga akhir 2024, terdapat 21 perusahaan dalam pipeline IPO, itu termasuk tiga perusahaan yang merupakan lighthouse IPO.
Ia menuturkan,mayoritas berasal dari sektor-sektor prospektif tersebut, menandakan optimisme pemulihan minat IPO pada tahun mendatang.
Klasifikasi aset perusahaan yang saat ini berada dalam pipeline merujuk pada POJK Nomor 53/POJK.04/2017:
-1 Perusahaan aset skala kecil. (aset di bawah Rp50 Miliar);
- 2Perusahaan aset skala menengah. (aset antara Rp50 Miliar s.d.Rp250 Miliar);
- 18 Perusahaan aset skala besar. (aset di atas Rp250 Miliar)
Advertisement
OJK dan BEI Bakal Perkuat Aturan IPO pada 2025
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkomitmen akan memperkuat ketentuan pencatatan penawaran umum perdana saham atau Initial Public Offering (IPO) pada 2025.
Direktur Utama BEI, Iman Rachman menuturkan, BEI akan terus melakukan perbaikan aturan bagi calon emiten yang mau melantai di Bursa Efek Indonesia yaitu dengan melakukan revisi pada sejumlah aturan yang sudah ada.
“Misalnya free float, apakah kita akan naikkan free float yang selama ini. Perusahaan tercatat free float kalau dia ekuitas di atas Rp 2 miliar, maksimum free float 10 persen. Apakah kita akan meningkatkan sehingga tadi ekuitasnya lebih banyak?" kata Iman dalam konferensi pers peresmian penutupan perdagangan BEI, Senin (30/12/2024).
Adapun kedua terkait dengan aturan minimal operasional yang sebelumnya dibatasi minimal setahun beroperasi kedepannya akan diperpanjang menjadi lebih dari setahun sehingga fundamental perusahaan bisa dapat lebih terukur.
Iman turut menjelaskan tak selamanya perusahaan yang delisting di BEI semua akibat kerugian, karena kerugian itu masih dimungkinkan di BEI, tetapi perusahaan yang delisting adalah akibat PKPU atau dilikuidasi.
Pada kesempatan yang sama,Deputi Komisioner Pengawas Pengelolaan Investasi Pasar Modal dan Lembaga Efek OJK Aditya Jayaantara mengungkapkan OJK berkomitmen dalam meningkatkan kualitas emiten yang melakukan IPO.
"Kita sedang menyusun Peraturan OJK (POJK) dan sekarang di tahap Menteri Hukum dan Ham (Menkumham), dalam konteks kita memperkuat pengaturan untuk memperkuat emiten," ujarnya.
Aditya menambahkan untuk memperkuat emiten dan perusahaan publik salah satunya adalah dalam proses IPO yang akan dilakukan peningkatan sehingga bisa mendapat emiten yang lebih memenuhi syarat.
BEI Targetkan 66 Perusahaan IPO pada 2025
Sebelumnya, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman mengungkapkan BEI menargetkan 66 perusahaan untuk melakukan pencatatan perdana saham melalui penawaran umum atau IPO pada 2025.
“Targetnya adalah 66 IPO baru dengan target penambahan jumlah investor sebanyak 2 juta investor baru di tahun depan,” kata Iman dalam konferensi pers peresmian penutupan perdagangan BEI, Senin (30/12/2024).
Sepanjang 2024, BEI mencatat penurunan jumlah IPO dibandingkan tahun lalu. Hingga Desember 2024 sudah ada 41 perusahaan tercatat. Ada 21 perusahaan masih berada di dalam pipeline BEI dengan potensi penghimpunan dana hingga Rp 14,3 triliun.
Selain target IPO dan jumlah investor, BEI juga menargetkan Rerata Nilai Transaksi Saham sebesar Rp 13,5 triliun per hari. Sepanjang 2024, Rerata Nilai Transaksi Harian Saham mencapai Rp 12,85 triliun, nilai ini meningkat sebesar 19,6 persen dibandingkan 2023 sebesar Rp 10,75 triliun.
Adapun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penghimpunan dana di pasar modal Indonesia melalui Bursa Efek Indonesia (BEI) mencapai Rp 251,04 triliun dari 187 emisi per 27 Desember 2024. Nilai tersebut turun dibandingkan periode yang sama pada 2023, yaitu sebesar Rp 255,39 triliun dari 223 emisi.
Advertisement