Liputan6.com, Jakarta Bayi Ajaib karya sineas Rako Prijanto yang akan dirilis pada 19 Januari 2023 adalah ulang buat dari versi 1982. Versi jadul-nya adalah biang teror yang bikin penonton ketar-ketir juga kepikiran setelah pulang dari bioskop.
Generasi 1990-an mengenal film Bayi Ajaib saat diputar di layar kaca. Dulu, di dekade 1990-an televisi swasta kita kerap memainkannya lewat program Pagi Pilihan, Film Selasa Siang, Layar Perak, dan sebagainya.
Di tangan Rako Prijanto, Bayi Ajaib yang diperkuat Vino G. Bastian, Adipati Dolken, dan Sara Fajira diperbarui sekaligus dituakan. Pasalnya, cerita versi 2023 mengambil latar tahun 1900-an.
Advertisement
Baca Juga
Bagi yang pernah menonton Bayi Ajaib karya Tindra Rengat tentu bertanya apakah versi 2023 lebih seram dari pendahulunya? Seberapa mirip dengan versi 1982? Berikut resensi film Bayi Ajaib.
Kosim Girang
Kosim (Vino G. Bastian) girang ketika mendapati berlian di antara pasir sungai yang ia dulang. Berlian ini mengubah status ekonominya dari jelata menjadi orang kaya di desanya. Bersama istri, Sumi (Sara Fajira) yang sedang hamil, Kosim pindah ke rumah gedongan.
Ia pun mencalonkan diri sebagai kepala desa bersaing dengan Soleh (Teuku Rifnu Wikana). Soleh dan Yuni (Desy Ratnasari) dikaruniai anak bernama Rini (Anantya Kirana). Sementara Sumi akhirnya melahirkan bayi laki-laki yang didinamai Hadi Nugraha (Rayhan Cornellis) alias Didi.
Persalinan Sumi diwarnai sejumlah drama dan kejanggalan. Saat hamil tua, ia terpesorok ke kuburan orang Portugis, bernama Alberto Dominique (Willem Bevers) hingga dicari warga sekampung lepas magrib.
Bayi yang dilahirkannya terbungkus selaput berisi cairan dan darah. Bertambah usia, Didi seolah punya dua kepribadian. Rini memergoki Didi berubah wujud. Tubuhnya bocah tapi wajahnya kayak kakek-kakek.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Mencoba Setia
Rako Prijanto bersama Alim Sudio mencoba setia pada versi asli tanpa terkesan sekadar menyalin tempel para tokoh, plot, dan konflik utama. Sejumlah perombakan pun dilakukan untuk memaksimalkan hasil akhir. Film dibuka adegan mendulang berlian persis seperti versi 1982.
Bedanya, versi Rako menampilkan Kosim sendiri sedangkan yang klasik ada Dorman juga. Dari sini, konflik dipertajam. Dorman dalam versi klasik membongkar lemari di rumahnya lalu menemukan peta yang menuntun ke kuburan nenek moyangnya, kelahiran 1.600-an.
Persaingan Dorman dan Kosim
Persaingan Dorman dan Kosim terasa tajam sekaligus sengit. Meski ada Soleh, Kosim dalam versi klasik tak menganggapnya sebagai ancaman serius. Ia tahu persis siapa Dorman, kenapa dia mesti diantisipasi, dan latar belakang keluarganya. Di sinilah perbedaannya.
Versi Rako menghadapkan Kosim dengan Soleh. Dorman adalah pihak ketiga yang merasa terusik dengan kehadiran Soleh sebagai pendatang baru. Konflik Kosim dan Soleh menajam sementara Dorman dengan motivasi terusik membuat huru-hara di belakang mereka seperti versi 1982.
Advertisement
Adegan Ikonis
Anda bisa menyaksikan sendiri selengkapnya di bioskop. Selebihnya, Rako mempertahankan sejumlah adegan ikonis karena tahu persis, inilah pusaka yang efektif bikin penonton merasa terteror, dari momen sunatan alot, WC jongkok “bertuah” hingga terpesorok di kuburan.
Kesetiaan terhadap adegan ikonis inilah yang membuat Bayi Ajaib 2023 serasa mesin waktu yang mengajak para penonton bernostalgia. Dengan teknologi yang lebih modern, sejumlah adegan ikonis ini dieksekusi dengan lebih riil, mengerikan, plus ketegangan berkali lipat.
Departemen Akting
Dari departemen akting, pujian patut diberikan pada Vino G Bastian. Bukan hanya manglingi dengan kumis. Pasalnya, properti kumis efektif membangun karakter kala dipadu dengan kostum klasik, gaya berjalan sedikit membungkuk, dengan warna vokal yang terdengar lebih berat.
Beberapa kali kamera membingkainya dari depan, pose Vino sebagai Kosim saat berdiri kerap miring sambil kadang memicingkan mata atau memainkan rokok. Tanpa dialog pun kita tahu ia sosok abu-abu dalam dunia Bayi Ajaib.
Advertisement
Satu Ganjalan
Satu ganjalan adalah problem kontinuitas adegan berlatar “ruang kerja” Dorman. Kala itu Dorman bertemu lawan. Dalam hitungan detik, sang lawan sudah tiba di rumah Kosim. Kita tak tahu ujung pertemuan yang semestinya jadi salah satu titik krusial dalam alur Bayi Ajaib.
Selebihnya, film ini mempersegar versi klasiknya. Sensasi seram pun seperti pendahulunya. Bayi Ajaib sebagai karya perdana Falcon Black salah satu yang layak diantisipasi awal tahun ini. Barisan pemainnya tampil ciamik. Kengerian ditebar merata di sepanjang durasi film.
Satu lagi poin plus film ini yang tetap dipertahankan Rako Prijanto, isu politik uang dalam skala mikro yakni pemilihan pemimpin desa. Setelah 40 tahun berlalu, praktik politik uang tetap saja relevan. Apalagi, tahun depan, Indonesia menggelar pesta demokrasi. Hari gini, siapa sih yang enggak doyan duit?
Pemain: Vino G. Bastian, Adipati Dolken, Teuku Rifnu Wikana, Sara Fajira, Desy Ratnasari, Rayhan Cornellis, Anantya Kirana, Willem Bevers
Produser: Frederica
Sutradara: Rako Prijanto
Penulis: Alim Sudio
Produksi: Falcon Black
Durasi: 1 jam, 37 menit