Liputan6.com, Surabaya - Kuasa hukum terdakwa Mochamad Subchi Anzal Tsani (42) atau mas Bechi atau MSAT, I Gedhe Pasek mempersoalkan mengapa sidang dilakukan online. Padahal, terdakwa bisa dihadirkan di Pengadilan Negeri Surabaya, meski dilakukan secara tertutup.
"Klien saya menjalani sidang secara online dari rutan Medaeng Sidoarjo. Kita nggak tahu kalau kanan kirinya bisa saja ada orang yang membisiki. Apalagi saya juga tidak dikasih tahu kalau sidang ini dilakukan secara online," ujar Gede Pasek di PN Surabaya, Senin (18/7/2022).
Ia pun juga membandingkan dengan sistem pengadilan di Jakarta yang sudah bisa bertatap muka. Dia juga menyayangkan tentang dakwaan pencabulan, padahalkorban saat itu sudah berusia 20 tahun.
Advertisement
Selain itu, sampai sejauh ini ia juga menyangkakan bahwa dirinya juga belum menerima berkas acara pemeriksaan BAP.
"Padahal, sesuai protap, kuasa hukum harusnya sudah menerima salinan BAP. Belum lagi lima orang santri yang disebutkan di berbagai media, tapi faktanya ternyata satu orang," ucap Gede.
Dakwaan
Sebelumnya, terdakwa MSAT dijerat pasal berlapis, selain pencabulan juga didakwa pasal perkosaan. Dakwaan tersebut telah disertai bukti kuat.
"Dakwaan alternatif Pasal 285 KUHP tentang pemerkosaan dengan ancaman pidana 12 tahun, kemudian Pasal 289 KUHP tentang Pencabulan dengan ancaman pidana maksimal 9 tahun, dan ketiga Pasal 294 KUHP ayat (2) ke 2 disini ancaman pidananya adalah 7 tahun, juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP," ujar Mia Amiati yang juga Kajati Jatim, usai sidang tertutup di PN Surabaya.
Terkait jumlah korban dalam kasus ini, Mia mengatakan hanya satu orang. "Yang melapor hanya satu saja," ucapnya.
Mia Amiati memimpin langsung Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang pencabulan santriwati Pondok Pesantren Shiddiqiyyah Jombang dengan terdakwa Mochamad Subchi Anzal Tsani (42) atau mas Bechi di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Advertisement