Jutaan Data Terduga Teroris Bocor di Internet

Sebanyak 2,2 juta data terduga teroris dikabarkan bocor di internet. Ulah hacker?

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 05 Jul 2016, 09:00 WIB
Diterbitkan 05 Jul 2016, 09:00 WIB
Hacker
Ilustrasi: Hacker (Sumber: Mirror).

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah database berisi rincian 2,2 juta terduga teroris bocor di dunia maya. Database global itu bernama World Check.

Seperti dikutip Tekno Liputan6.com dari laman Mirror, Selasa (5/7/2016), database tersebut digunakan oleh lebih dari 300 agensi intelijen dan pemerintah, 49 bank terbesar serta 9 firma hukum global, sebagai sistem peringatan dini terhadap risiko tersembunyi.

Dikabarkan, database tersebut berisi daftar hitam orang-orang yang dicurigai memiliki hubungan dengan terorisme. Data ini digunakan untuk membantu organisasi seperti bank, mengawasi individu yang memiliki tingkat risiko tinggi.

Database itu merupakan milik perusahaan informasi Thomson Reuters, yang bernilai US$ 530 juta (Rp 6,9 triliun).

Peneliti keamanan Chris Vickery, mengumumkan kebocoran itu akun Reddit. Ia memperoleh salinan World-Check berisi data sejak 2014.

Sejauh ini, Vickery hanya mengungkapkan lokasi database kepada Thomson Reuters dan mengingatkan, data tersebut masih tersebar online.

Vickery menyebutkan bahwa kategori teroris hanya sebagian kecil dari seluruh dokumen. Isi database lainnya adalah orang-orang yang diduga terkait dengan pencucian uang, kejahatan terorganisasi, penyuapan dan korupsi.

Hingga kini, Vickery belum mengungkapkan bagaimana ia mendapatkan data tersebut. Sementara itu, Thomson Reuters biasanya membebankan biaya langganan senilai US$ 1 juta (Rp 13 miliar) per tahun bagi perusahaan untuk mengakses data tersebut.

Para pelanggan juga diperiksa untuk memastikan data tak sampai ke tangan yang salah. Ahli keamanan juga tidak menyebutkan data tersebut menjadi sasaran peretasan. Namun demikian, ia berkata bahwa data bisa saja mengalami kebocoran.

Ia juga memperingatkan, masih ada kemungkinan lubang keamanan yang membuat database itu dapat diunduh tanpa harus membayar biaya berlangganan. "Tidak ada upaya peretasan yang terlibat dalam akuisisi data ini. Ini adalah kebocoran data," kata Vickery.

Sementara itu, hingga kini Thomson Reuters masih mencoba mengamankan laman tersebut. "Thomson Reuters kemarin mendapat peringatan bahwa database World-Check telah diakses oleh pihak ketiga," ucap juru bicara dalam pernyataannya.

Disebutkan juga, perusahaan informasi itu merasa berterima kasih kepada Chris Vickery karena telah memberi peringatan.

(Tin/Din)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya