Menteri Susi Sedih Nelayan Jateng Tangkap Ikan Pakai Cantrang

Menteri KKP Susi Pudjiastuti mengaku sedih atas dizinkannya kapal penangkap ikan alat tangkap cantrang oleh Pemerintah Jawa Tengah.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 27 Feb 2015, 16:55 WIB
Diterbitkan 27 Feb 2015, 16:55 WIB
 Susi Pudjiastuti
Susi Pudjiastuti (Liputan6.com/Panji Diksana)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengaku sedih atas dizinkannya kapal penangkap ikan menggunakan alat tangkap cantrang oleh Pemerintah Jawa Tengah.

Susi mengatakan, penggunaan alat tangkap ikan cantrang akan merusak ekosistem laut dan dapat menjerat ikan dengan skala besar.

"Mereka sudah melakukan penipuan ukuran gross ton kapal, itu tidak bisa ditolelir ukurnya cantrangnya besar," kata Susi di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Jumat (27/2/2015).

Karena itu, Susi mengaku sedih dengan dibolehkannya nelayan menggunakan alat tangkap cantrang, karena hal tersebut merupakan bentuk ketidakadilan untuk nelayan lokal.

"Saya sedih nelayan tradisional yang cari ikan didaerah Jawa Tengah juga, saya sudah membuat ini tapi Pemda Jawa Tengah memperbolehkan," ungkapnya.

Menurut Susi, pemberian izin nelayan menggunakan cantrang akan membuat nelayan tradisional terpuruk. Seharusnya sebagai regulator pemerintah daerah memikirkan keadilan.

"Saya harus tega melihat nelayan Jawa Tengah terpuruk, regulator menjaga keadilan tapi tidak bisa, saya punya tugas menjaga di wilayah lainnya," pungkasnya.

Sekadar informasi, Pemerintah Daerah Jawa Tengah mengizinkan kapal menggunakan alat tangkap cantrang di bawah 30 Gross Ton (GT) dengan jarak 12 mil dari bibir pantai. Kebijakan ini bertolak belakang dengan kebijakan yang diterbitkan Menteri Susi yang tertuang dalam Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun 2015.

Dia menerangkan, kebijakan larangan penangkapan ikan menggunakan cantrang merupakan sesuatu yang mesti dilakukan. Lantaran alat itu tidak ramah lingkungan dan merusak biota laut. Namun demikian, ada beberapa pemerintah daerah seperti Sibolga dan Tapanuli Tengah menolak kebijakan ini.(Pew/Ndw)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya