Pengembangan Kebun Kelapa Sawit Syarat Potensi Korupsi

Ada beberapa tahap korupsi di sektor perkebunan sawit mulai dari tingkat bupati hingga pemerintah pusat.

oleh Septian Deny diperbarui 26 Apr 2015, 20:27 WIB
Diterbitkan 26 Apr 2015, 20:27 WIB
Kelapa sawit
(Foto: Reuters)

Liputan6.com, Jakarta - Pembukaan lahan baru untuk perkebunan kelapa sawit ditenggarai sebagai pintu tindak korupsi yang dilakukan oleh pemerintah baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah. Peneliti Sawit Watch, Roland S mengatakan, korupsi ini bisa terjadi pada tahap pembuatan kebijakan hingga ke tahap penegakan hukum.

"Pada tahap pembuatan kebijakan dan perencanaan, korupsi umunnya dilakukan dalam bentuk suap dan gratifikasi kepada penyusun kebijakan di tingkat eksekutif," ujarnya di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (26/4/2015).

Dia menjelaskan, bentuk penyimpangan pembiayaan dalam proses perolehan Hak Guna Usaha (HGU) berupa persekongkolan pengusaha sawit dengan pengusaha dan jasa broker yang sejalan dengan perilaku birokrat dan penguasa politik yang melakukan korupsi dengan mengeluarkan izin dan hak pengelolaan sumber daya alam.

"Dalam perkebunan kelapa sawit ini terjadi indikasi korupsi yang sistematik dan masif lewat penggunaan kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit tanpa izin konversi dan HGU. 40 persen perkebunan kelapa sawit yang beroperasi tanpa HGU. Ini terlihat dari rendahnya perusahaan mendaftar ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil)," lanjutnya.

Roland menyatakan, ada beberapa tahap korupsi di sektor perkebunan sawit mulai dari tingkat bupati hingga pemerintah pusat. Untuk mendapatkan rekomendasi dari bupati dimulai dari tim pra operasional sampai pengusaha mendapatkan rekomendasi tersebut ada 'harga kesepakatan' berkisar Rp 7 miliar.

"Untuk memperlancar dan mendapatkan rekomendasi gubernur harus bayar sampai Rp 7 miliar. Kemudin sampai tahap pelepasan kawasan tanah negara, pengusaha harus mengeluarkan Rp 11 miliar. Harga tersebut belum termasuk pembayaran tanah," tandasnya.

Roland melanjutkan, pengembangan perkebunan sawit juga dinilai mengancam kelestarian alam dan berpotensi menimbulkan konflik sosial. Saat ini Indonesia menjadi negara dengan perkebunan kepala sawit terluas di dunia dengan luas lahan 14,3 juta hektar (ha). Namun perkebunan kelapa sawit ini sebagian besar dilakukan dengan mengkonversi kawasan hutan alam dan ekosistem gambut.

"Kita memahami, selain berdampak positif, pembangunan perkebunan kelapa sawit juga mengakibatkan persoalan sosial dan lingkungan," ujarnya. Dalam catatan Sawit Watch, pada tahun ini terdapat 776 komunitas yang berkonflik dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit. Konflik diperkebunan ini didominasi oleh perebutan kuasa atas tanah antara perkebunan dengan masyarakat lokal atau adat.

"Juga didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar yang memiliki sindikasi keuangan dari luar negeri," lanjutnya.

Sedangkan dampak lingkungan yang ditimbulkan dari ekspansi perkebunan sawit skala besar yaitu rusaknya keanekaragaman hayati, peningkatan emisi gas rumah kaca, deforestasi yang masif, penitipsan nutrisi tanah, kekeringan dan polusi air. (Dny/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya