Jaga Inflasi, Pemerintah Harus Punya Data Pasokan Bawang Merah

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo memperkirakan inflasi pada Juni 2015 sekitar 0,44 persen.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 18 Jun 2015, 10:03 WIB
Diterbitkan 18 Jun 2015, 10:03 WIB
Bawang Merah
(Liputan6.com\Miftahul Hayat)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) memutuskan untuk tidak melakukan impor bawang merah kendati harganya tinggi. Pertimbangannya, saat ini terdapat beberapa daerah yang masih berpotensi panen.

Sementara itu, tingginya harga pangan sejalan dengan tingginya permintaan saat puasa Ramadan mestinya menjadi perhatian. Pasalnya, tingginya permintaan dapat memicu kenaikan angka inflasi yang berimbas pada tergerusnya daya beli masyarakat.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Indef Enny Sri Hartati pun meminta pemerintah memastikan pasokan bawang merah. Menurutnya, jika pasokan meleset maka akan merugikan negara karena bisa memicu gelombang inflasi.

"Harus disinkronkan validilitas data dulu, kenapa tidak impor karena Menteri Pertanian klaim produksinya cukup. Ini yang mesti divalidasi betul, memang ketika harga naik belum tentu produksinya tidak cukup. Tapi kalau disebabkan produksinya tidak cukup keputusan untuk impor menjadi pilihan," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Kamis (17/6/2015).

Enny juga menuturkan untuk menjaga inflasi, pemerintah memerlukan instrumen stok penyangga. Intrumen tersebut diperlukan untuk menjaga harga jika sewaktu-waktu mengalami kenaikan.

"Pemerintah tak punya instrumen stok penyangga. Harus ditambah lagi supaya tidak terjadi penimbunan sehingga membuat harga stabil. Kalau stok cukup ada tindakan ketika penimbunan harga berlebihan," ujarnya.

Terkait dengan operasi pasar, Enny menyarankan agar untuk komoditas yang tidak bertahan lama seperti bawang dilakukan di pasar ritel.

"Kalau pedagang besar, misalnya masih punya stok tentu operasi pasar pemerintah tidak terserap. Stok yang ada lebih mahal dari operasi pasar pemerintah akan menyebabkan kerugian di level pedagang," tandas dia.

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo memperkirakan inflasi pada Juni 2015 sekitar 0,44 persen. Perhitungan tersebut berdasarkan hasil survei inflasi yang dilakukan oleh BI pada pekan kedua Juni 2015 ini.

Agus mengatakan, harga kebutuhan pokok seperti ayam dan bawang yang cukup tinggi menjadi penyumbang terbesar inflasi.  "Secara umum inflasi minggu ke dua Juni hasil survei kami 0,44 persen itu termasuk tinggi. Kami lihat tekanan itu khususnya kalau panen sudah lewat tapi beberapa komoditas seperti bawang merah, daging ayam, telur ayam memberi tekanan inflasi. Ini selaras dengan Ramadan," ujar Agus.

Akan tetapi, pihaknya menyatakan belum bisa memastikan inflasi untuk bulan ini. Dia menuturkan kebutuhan pangan mesti diantisipasi kenaikannya karena berkontribusi besar ke inflasi. Karena itu, distribusi pangan mesti diatur secara baik.

"Saya belum bisa ungkapkan. Tapi jelang Ramadan ada risiko di volatility food. komoditas sederhana tapi kalau naiknya besar akan konstribusi ke inflasi. Saya ingin ada koordinasi untuk jaga ketersediaan pangan distribusi lancar harganya tidak dimainkan spekulan dan terus komunikasi neraca masing-masing pangan," tandas dia. (Amd/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya