Diskon Tarif Listrik Pengaruhi Deflasi DKI Jakarta

Bank Indonesia mengatakan pergerakan rupiah dan El Nino perlu patut diwaspadai karena berpengaruh ke inflasi.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 03 Nov 2015, 11:53 WIB
Diterbitkan 03 Nov 2015, 11:53 WIB
20151103-Ilustrasi Deflasi-iStockphoto
Ilustrasi Deflasi (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Perkembangan harga-harga di DKI Jakarta pada Oktober 2015 mengalami deflasi akibat koreksi harga komoditas pangan dan penyesuaian harga komoditas energi.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia DKI Jakarta Doni P Joewono menjelaskan, deflasi di Jakarta tercatat sebesar 0,05 persen (MtM) atau mencapai inflasi sebesar 6,76 persen secara Year on Year (YoY) bila dibandingkan dengan Oktober 2014,  menurun dari bulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,01 persen (MtM) atau 7,24 persen (YoY).

"Perkembangan inflasi DKI Jakarta tersebut sejalan dengan perkembangan inflasi nasional juga mengalami deflasi, yaitu sebesar 0,08 persen (MtM) atau 6,25 persen (YoY)," kata dia dalam keterangannya, Selasa (3/11/2015).

Doni menambahkan, angka inflasi di bulan ini merupakan yang terendah dibandingkan dengan rata-rata inflasi bulan Oktober lima tahun sebelumnya selama 2010-2014 yang mencatat inflasi sebesar 0,17 persen secara MtM.

Kondisi ini mencerminkan tekanan inflasi yang rendah, seiring dengan terjaganya pasokan pangan di tengah masih berlanjutnya musim kering akibat El Nino dan masih rendahnya daya beli masyarakat.

Realisasi inflasi Oktober 2015 tersebut sejalan dengan proyeksi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta yang sebelumnya memperkirakan pada Oktober Jakarta akan mengalami deflasi.

Berdasarkan kelompoknya, deflasi yang terjadi terutama bersumber dari turunnya harga-harga pada kelompok bahan pangan (volatile food) dan kelompok komoditas yang harganya diatur oleh pemerintah (administered prices), sementara kelompok komoditas inti tetap mengalami inflasi namun dengan angka yang juga rendah.Koreksi harga pada beberapa komoditas pangan terutama terjadi pada subkelompok bumbu-bumbuan, daging, ikan segar, dan sayur-sayuran.

Pada kelompok bumbu-bumbuan koreksi harga paling dalam terjadi pada komoditas cabai merah dan cabai rawit masing 27,61 persen dan 28,51 persen. Pada subkelompok daging dan hasilnya penurunan harga terutama pada daging ayam kampung 3,82 persen dan daging ayam ras 2,69 persen.

Sementara subkelompok ikan segar dan sayur-sayuran mencatat deflasi masing-masing 2,02 persen dan 1,41 persen. Melimpahnya pasokan menjadi pendorong koreksi harga komoditas-komoditas tersebut di pasar-pasar Jakarta. Berbagai penurunan tersebut menyebabkan deflasi pada subkelompok bahan makanan sebesar 1,16 persen (MtM).

Deflasi juga terjadi pada kelompok administered prices yang disebabkan oleh turunnya harga pada beberapa komoditas subkelompok bahan bakar, penerangan dan air serta subkelompok transpor.

Penurunan harga gas elpiji 12 kg menyebabkan deflasi komoditas bahan bakar rumah tangga sebesar 0,14 persen. Demikian juga kebijakan penurunan tarif listrik, terutama untuk pelanggan industri kelompok I3 dan I4 mendorong deflasi tarif listrik sebesar 0,52 persen.

Dari sisi subkelompok transpor, turunnya harga avtur, pertalite, pertamax dan solar (baik subsidi maupun nonsubsidi) ikut berperan terjadinya deflasi pada subkelompok ini sebesar 0,06 persen. Hal ini merupakan dampak implementasi paket kebijakan pemerintah jilid III, yang bertujuan untuk mendorong daya beli dan daya saing perekonomian Indonesia.

Penurunan tekanan pada inflasi inti disumbangkan oleh deflasi subkelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga. Berbagai pengeluaran konsumsi masyarakat terkait dengan pendidikan telah menurun, seiring dengan telah berlalunya masa tahun ajaran baru dari tingkat TK – Perguruan Tinggi.

Selanjutnya, berakhirnya masa liburan sekolah juga mendorong turunnya permintaan akan komoditas rekreasi. Selain itu, tekanan inflasi yang menurun pada bulan ini juga disebabkan oleh menurunnya permintaan masyarakat terhadap beberapa komoditas lainnya yang tergabung dalam subkelompok makanan jadi dan kelompok sandang.

Sehingga kedua kelompok komoditas tersebut mencatat inflasi relatif rendah, yaitu masing-masing 0,13 persen dan 0,75 persen. Kondisi ini mengonfirmasi belum adanya perbaikan daya beli masyarakat yang cukup berarti.

Inflasi Diperkirakan Masih Tetap Rendah pada November

Inflasi Diperkirakan Masih Tetap Rendah pada November

Memerhatikan pola perkembangan harga-harga dan pantauan terhadap beberapa komoditas di pasar-pasar di Jakarta hingga akhir Oktober 2015, serta relatif masih rendahnya kemampuan konsumsi masyarakat, inflasi pada periode November 2015 mendatang diperkirakan masih tetap rendah.

Sehingga sampai dengan akhir tahun 2015, inflasi Jakarta diperkirakan akan bisa ke bawah dari perkiraan sebelumnya, menuju ke kisaran di bawah 4 persen (yoy). Berbagai kebijakan pemerintah yang dikeluarkan dalam rangka mendorong daya beli dan daya saing perekonomian akan mendukung kondisi inflasi yang relatif rendah.

Meski demikian, tren pergerakan rupiah yang belum stabil perlu terus diwaspadai, terutama dampaknya terhadap pergerakan inflasi inti. Selain itu, masih tingginya intensitas El Nino yang menyebabkan kekeringan pada daerah produksi pangan juga turut menjadi perhatian utama karena akan berdampak pada berkurangnya pasokan bahan pangan dan dapat mendorong inflasi bahan pangan.

Terkait dengan hal tersebut, TPID Jakarta perlu terus menguatkan koordinasi dan mengambil langkah-langkah dalam menjaga kecukupan pasokan, melalui perbaikan manajemen stok, terutama bekerjasama dengan Bulog untuk mengantisipasi kebutuhan pangan Jakarta beberapa bulan ke depan, serta mengendalikan ekspektasi inflasi masyarakat. (Yas/Ahm)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya