Resep Menperin Bawa RI Jadi Negara Industri Tangguh di Dunia

Pembangunan industri kenyataannya tidak selalu bergantung pada ketersediaan sumber daya alam suatu negara

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 21 Agu 2016, 15:15 WIB
Diterbitkan 21 Agu 2016, 15:15 WIB
20160727-Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto-Jakarta
Airlangga Hartarto menjadi Menteri Perindustrian menggantikan Saleh Husin (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pembangunan industri kenyataannya tidak selalu bergantung pada ketersediaan sumber daya alam suatu negara. Beberapa negara industri maju yang minim sumber daya alam, namun mampu mengoptimalkan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu teknik atau teknologi untuk mendukung pembangunan industrinya.

Berkaca dari hal tersebut, pemerintah akan terus mendorong agar perguruan tinggi berperan serta melakukan inovasi melalui perkembangan teknologi untuk mendukung kemajuan industri.

“Saya berharap perguruan tinggi teknik dapat lebih berkontribusi dalam pembangunan ekonomi Indonesia, khususnya pembangunan teknologi yang dapat menunjang ekonomi dan industri nasional,” ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dari keterangan resminya di Jakarta, Minggu (21/8/2016).

Menurutnya, tantangan perguruan tinggi saat ini adalah mendorong pembangunan sumber daya manusia yang terampil dengan keahlian tertentu sesuai kebutuhan dunia kerja. “Itu yang harusnya menjadi prioritas, agar generasi kita siap bekerja," tegas Airlangga.  

Ke depan, ia mengusulkan pendidikan vokasional di bidang industri untuk SMK, D1 dan D2, dengan porsi pengajaran 60 persen di praktek lapangan dan 40 persen di kelas. Jadi, ada program magang minimal tiga bulan per semester.

Pemerintah juga giat mendorong pelaku industri untuk mendirikan politeknik, di mana saat ini industri tekstil dan otomotif yang sudah mengimplementasikan.

“Program pendidikan dual sistem ini didorong agar jadi gerakan oleh industri swasta atau BUMN. Untuk kurikulumnya, kami akan melakukan koordinasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” tuturnya.

Kementerian Perindustrian, lanjut Airlangga, juga terus mendorong penyediaan lembaga atau unit pendidikan vokasional bagi SMK, D1, D2 untuk menyuplai tenaga kerja terampil yang tepat guna.

Pendidikan vokasional ini melibatkan lembaga pendidikan dan industri yang berbasis klaster. Sehingga SMK tidak lagi harus seragam tapi penjurusannya betul-betul diarahkan pada kebutuhan industri di wilayah pertumbuhan masing-masing.

"Kami sudah menyampaikan hal ini di rapat kabinet, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan akan memberikan arahan khusus terkait ini," ucapnya.

Airlangga menyampaikan bahwa sinergitas antara dunia usaha dan perguruan tinggi juga perlu didorong untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan vokasional, khususnya di sekitar kawasan-kawasan industri sesuai industri unggulan yang ada di setiap wilayah.

Kontribusi dunia pendidikan bagi perkembangan sektor industri juga diwujudkan melalui pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas melalui sistem pendidikan dan penumbuhan kewirausahaan.

"Kami targetkan untuk mencetak 20 ribu wirausahawan Industri Kecil Menengah (IKM) sebagai salah satu pilar penting yang perlu untuk terus ditingkatkan. Karena kontribusinya saat ini mencapai 34,82 persen terhadap industri secara keseluruhan," jelasnya.  

Meningkatkan Kesejahteraan



Meningkatkan Kesejahteraan

Kebangkitan industri mendorong pertumbuhan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sebaliknya, turunnya pertumbuhan sektor industri mengakibatkan rendahnya diversifikasi industri dan investasi yang membawa suatu negara pada kondisi tidak dapat meningkatkan kondisi perekonomiannya, atau disebut middle-income trap yang dialami oleh beberapa negara industri seperti Brasil, Afrika Selatan dan Meksico.

Di Indonesia, kata Airlangga, pertumbuhan industri non-migas sejak krisis moneter pada 1998 cenderung berada di bawah pertumbuhan ekonomi dengan rata-rata sekitar 5-6 persen per tahun.

Sementara itu, kontribusi sektor industri terhadap PDB pada semester I 2016 adalah sekitar 20 persen, yang merupakan kontribusi terbesar dalam perekonomian Indonesia.

“Untuk itu, Presiden memberikan amanah kepada kami untuk meningkatkan kembali kontribusi sektor industri terhadap perekonomian Indonesia,” ujarnya.

Pada 2019, kontribusi industri terhadap PDB ditargetkan meningkat hingga 25 persen dan mencapai angka US$ 6.000. “Dibutuhkan peningkatan angka industri non-migas sebesar 7-8 persen dengan angka pertumbuhan ekonomi di kisaran 6-7 persen untuk mencapainya,” jelas Airlangga.

Dalam rangka meningkatkan kinerja sektor industri nasional, diperlukan strategi pembangunan industri nasional untuk memperkuat struktur industri yang meliputi; pembangunan kualitas sumber daya manusia, teknologi, dan infrastruktur industri.

Pendalaman struktur industri dilakukan melalui hilirisasi, terutama di sektor agro, Logam Dasar dan Bahan Galian Bukan Logam, dan Industri Kimia Dasar berbasis Migas dan Batubara.

Hilirisasi industri mendorong pertumbuhan industri yang jauh lebih tinggi, yang berpeluang memperluas penyerapan tenaga kerja, mengurangi tingkat kemiskinan, meningkatkan cadangan devisa negara melalui peningkatan penerimaan devisa ekspor dan penghematan devisa impor.

Untuk menjalankan program tersebut, Kemenperin membaginya dalam tiga tahap rencana pembangunan industri, yaitu Tahap I (2015-2019) fokus meningkatkan Nilai Tambah Sumber Daya Alam, Tahap II (2020-2024) fokus Keunggulan Kompetitif dan Berwawasan Lingkungan, dan Tahap III (2025-2035) menjadikan Indonesia sebagai Negara Industri Tangguh.

"Rencana pembangunan industri bertujuan menjadikan Indonesia sebagai negara industri tangguh yang bercirikan struktur industri nasional yang kuat dan dalam, berdaya saing tinggi di tingkat global, serta berbasis inovasi dan teknologi," tegas Airlangga. (Fik/Ndw)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya