Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) sedang menggagas megaproyek peningkatan keandalan dan pembangunan fasilitas pengolahan minyak mentah (kilang) di berbagai wilayah. Megaproyek itu ditargetkan rampung pada 2023. Dengan begitu, produk kilang Indonesia dapat bersaing di tingkat Asia.
Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina, Rachmad Hardadi, mengatakan, penggunaan teknologi maju sudah saatnya pada infrastruktur pengolahan minyak. Ini untuk mendukung Indonesia menjadi negara yang berdaulat dalam energi.
"Sekarang saatnya pembangunan infrastruktur ini maju ke depan. Selama ini Indonesia 50 persen BBM-nya masih impor. Ke depan setelah tahun 2023 dan setelah mandiri kedaulatan energi, ada kemungkinan pada saat ini menjadikan ekspor," kata Hardadi, dalam Pertamina Energy Forum, di kawasan bisnis Sudirman, Jakarta, Rabu (14/12/2016).
Hardadi menuturkan, kapasitas dan keandalan kilang dapat meningkat dengan Pertamina melakukan berbagai manuver. Seluruh infrastruktur kilang Pertamina pun memiliki tingkat kompleksitas rata-rata sembilan ke atas pada 2023. Ini artinya dapat menghasilkan produk lebih baik.
Baca Juga
Selain itu, kemampuan kilang dalam mengelola minyak mentah lebih tinggi. Dari saat ini sweet crude atau minyak mentah yang memiliki sedikit sulfur yang ketersediaannya saat ini menipis,menjadi sour crude atau makin tinggi sulfurnya dengan ketersediaan masih melimpah.
Dengan harga sangat kompetitif dibandingkan dengan sekarang cocktail campuran sweet dan sour crude dengan nilai sulfur di bawah 2 persen.
Hardadi melanjutkan, kilang yang akan dibangun dan ditingkatkan keandalannya akan memproduksi bahan bakar minyak (BBM) dengan stadar Euro 4, meningkat dari saat ini Euro 2.
"Spesifikasi produk kilang Pertamina sekarang standar Euro 2. Sementara Pemerintah baru 2025 batas akhir penggunaan Euro 2. Dalam pembangunan kilang Pertamina road map-nya, sebelum 2025," ujar dia.
Hardadi yakin kilang Pertamina dan hasil produksinya pada 2023 nanti dapat bersaing di tingkat Asia. Hal itu karena menggunakan teknologi terbaru dan memiliki produktivitas yang tinggi.
"Pada saat itu saya tidak khawatir kita bisa bersaing dengan hasil produk kilang di Asia. Karena kita paling tinggi, paling baru, menggunakan teknologi terbaru," tutur Hardadi.
Proyek peningkatan kapasitas dan keandalan kilang yang dapat membawa Indonesia mandiri BBM, yaitu proyek peningkatan kapasitas (refinery development masterplan/RDMP) Kilang Balikpapan tahap pertama dari kapasitas sebelumnya 260 ribu bph menjadi 360 ribu bph.
Dengan tambahan RDMP Balikpapan, kapasitas total kilang Pertamina pada akhir 2019 akan bertambah dari saat ini sebesar 1 juta barel menjadi 1,1 juta barel per hari. Berikutnya adalah proyek RDPM Balikpapan tahap kedua dimulai 2020, dan diperkirakan selesai sekitar 2023.
Pada pertengahan 2018, Pertamina akan menyelesaikan proyek langit biru di Kilang Cilacap, Jateng (Proyek Langit Biru Cilacap/PLBC) mengubah produk Premium menjadi Pertamax sebesar 91 ribu bph.
Pada akhir 2021, produksi BBM Indonesia bertambah dari kilang Tuban dengan kapasitas 300 ribu bph, sehingga menambah kapasitas kilang Pertamina menjadi 1,4 juta bph.
RDMP Kilang Cilacap akan beroperasi dengan tambahan kapasitas 20 ribu dari sebelumnya 350 ribu menjadi 370 ribu bph pada 2022. Jadi total kapasitas menjadi 1,42 juta bph.
Pada 2023, RDMP Kilang Dumai, Riau dan Balongan, Jawa Barat dengan total tambahan 280 ribu bph dan kilang baru di Bontang, sedangkan Kalimantan Timur sebesar 300 ribu bph.
Advertisement