Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan menyebut, kekurangan penerimaan (shortfall) dari pos bea cukai semakin lebar akibat batalnya pengenaan cukai plastik di 2016.
Pemerintah menaksir shortfall di pos bea cukai mencapai Rp 3,6 triliun di akhir tahun ini.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai, Heru Pambudi memperkirakan ada kekurangan penerimaan dari cukai plastik sebesar Rp 1 triliun dan cukai hasil tembakau atau rokok sekitar Rp 2,6 triliun akibat penurunan produksi rokok.
"Jadi shortfall Rp 3,6 triliun di tahun ini," ujar Heru saat ditemui di kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (16/12/2016).
Dia mengaku, optimistis dapat mengumpulkan penerimaan bea dan cukai sebesar 97,15 persen dari dari target‎ Rp 183,9 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016.
Advertisement
Baca Juga
 Â
"Sampai sekarang kan sudah 73 persen, jadi outlook kita 97,15 persen dari penerimaan bea masuk, bea keluar, dan cukai," ucap dia.
Menurutnya, keyakinan tersebut didorong tren peningkatan setoran dari cukai rokok dan minuman mengandung etil alkohol (MMEA) yang akan masuk di Desember.
Pertama karena adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 20 Tahun 2015 yang menghapus penundaan pembayaran pita cukai.
"Karena tidak boleh ada pembayaran pita cukai melewati tahun fiskal berjalan, jadi transaksi-transaksi yang dilakukan pada 2016 harus selesai di 31 Desember 2016," dia menjelaskan.
Pendorongnya, tambah Heru, karena kenaikan tarif rokok pada 1 Januari 2017 memicu tambahan produksi untuk mengambil kesempatan dari perbedaan tarif di 2016 dan 2017.
"Karena dua faktor ini, maka di Desember ini akan terjadi lonjakan penerimaan khusus dari cukai tambahan dan MMEA sehingga diperkirakan ada setoran masuk Rp 40 triliun," dia menerangkan.
Sebelumnya Heru memperkirakan kekurangan setoran bea dan cukai akan membengkak menjadi Rp 2,05 triliun dalam APBN-P 2016. Kekurangan setoran khususnya dari penerimaan bea masuk.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi mengatakan penyebabnya antara lain karena devisa impor yang turun signifikan hingga 15,8 persen di 2016.
"Devisa impor turun 15,8 persen di 2016 dibanding 2015, dan 2015 dibanding 2014 turun 22 persen. Ini berdampak ke penerimaan bea masuk, sehingga semester I ini diperkirakan shortfall Rp 1 triliun akan melebar jadi Rp 2,05 triliun," jelas Heru.(Fik/Nrm)