Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyatakan kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi sepanjang 2016 paling banyak disebabkan oleh pihak pekerja sendiri. Hal ini berbeda dengan tren PHK pada 2014 dan 2015 yang disebabkan oleh langkah efisiensi yang dilakukan perusahaan.
Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Kemnaker Sahat Sinurat mengatakan, efisiensi yang dilakukan perusahaan pada periode 2014 dan 2015 lantaran terimbas dari kondisi ekonomi yang lesu. Namun, kondisi ekonomi dinilai sudah jauh lebih baik pada 2016.
"Karena secara umum tingkat ekonomi 2016 kemarin lebih mumpuni. Yang heboh itu saat 2015, waktu Ford pindah lokasi, itu kan ramai ya. Sektor perbankan PHK massal, industri rokok PHK massal. Kalau 2016 saya lihat gaung akibat ekonomi kurang," ujar dia di kantor Kemnaker, Jakarta, Kamis (12/1/2017).
Baca Juga
Selain karena langkah efisiensi, ujar Sahat, kondisi ekonomi yang lesu pada 2014 dan 2015 ‎membuat sejumlah perusahaan tutup atau melakukan relokasi. Hal ini juga menjadi penyebab dominan PHK ada dua tahun tersebut.
"Efisiensi mungkin karena supaya lebih efektif, karena mungkin kondisi kemudian dilakukan efisiensi. Atau karena reorganisasi misalnya dari lima divisi menjadi tiga divisi. Atau PHK karena tutup atau pailit. Ini kan karena perkembangan-perkembangan ekonomi," ucap dia.
Sementara pada 2016, kata Sahat, kasus PHK lebih banyak disebabkan oleh kesalahan yang dibuat oleh pekerja yang bersangkutan. Sebagai contoh, pekerja tersebut melakukan pelanggaran terhadap aturan perusahaan dan karena mengundurkan diri.
"Di 2016 lebih banyak karena pelanggaran. Ini PHK karena dari sisi pekerja sendiri. Mungkin karena pelanggaran-pelanggaran, karena mangkir atau memundurkan diri," ujar dia.
Advertisement