Batu Bara Bisa Jadi Energi Ramah Lingkungan

Di beberapa negara maju telah memanfaatkan baru bara dengan kalori rendah.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 26 Jan 2017, 12:44 WIB
Diterbitkan 26 Jan 2017, 12:44 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia termasuk negara yang kaya dengan batu bara. Namun, batu bara tersebut belum termanfaatkan secara optimal. Beberapa pihak mengatakan bahwa baru bara merupakan energi yang tidak ramah lingkungan. Padahal, jika dimanfaatkan dengan benar, batu bara yang memiliki kalori rendah ini bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi yang ramah lingkungan.

"Batu bara merupakan potensi karena Indonesia saat ini belum memanfaatkan brown coal atau batu bara kalori rendah," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam acara CIMB Niaga Economic Forum 2017, di Jakarta, Kamis (26/1/2017).

Di beberapa negara maju telah memanfaatkan baru bara dengan kalori rendah. Salah satunya di Jerman. Airlangga bilang, di Jerman mengoptimalkan batu bara tersebut untuk industri petrokimia dan pembangkit listrik.

"Bahkan Jerman itu industri berbasis power plan basis batu bara, dianggap clean coal industri. Di mana mereka bisa menghasilkan batu bara dengan kalori terendah dan kapasitasnya 1,6 giga watt 2x800 mega watt dan keluar dari asapnya bukan asap," jelas dia.

Batu bara bisa menjadi sumber energi ramah lingkungan. "Sesuatu yang luar biasa karena kita selalu ditakuti bahwa namanya batu bara itu kotor tapi di Jerman, Eropa judulnya sudah clean coal technology. Di Australia semua basis batubara juga clean coal technology," tandas dia.

Sebelumnya, perusahaan asal Jerman, PT Zemag Clean Energy Techology GmbH akan menjajaki pengembangan gasifikasi batu bara di Indonesia. Perusahaan tersebut nantinya akan menggandeng perusahaan lokal dalam pengembangan bisnisnya tersebut.

"Kami melihat, pengembangan gasifikasi batu bara di Indonesia memiliki potensi yang besar. Perusahaan asal Jerman, PT Zemag telah menyatakan minatnya untuk berinvestasi di Indonesia untuk mengembangkan turunan dari gasifikasi batu bara," ujar Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Achmad Sigit Dwiwahjono dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (13/1/2017).

Dibutuhkan investasi sekitar Rp 13 triliun untuk menghasilkan 1.000 metrik ton turunan gasifikasi batu bara. Untuk lokasi pabrik rencananya akan dibangun di wilayah Kalimantan.

"Industri batu bara di Indonesia masih menarik bagi investor asing di tengah perlambatan ekonomi global. Jika dihitung, dalam masa pengujian dapat mengubah 100 ribu ton batubara menjadi 3.600 million metric british thermal unit (mmbtu) gas per hari," jelas dia.

Jika gas yang dihasilkan tidak digunakan, lanjut Sigit, bisa dipakai untuk industri dalam negeri dengan harga US$4 hingga US$5 per mmbtu. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya