Kisah Kusnodin, Sulap Kaleng Bekas Jadi Kerajinan Bernilai Tinggi

Kusnodin, warga kota Magelang, Jawa Tengah mengolah kaleng-kaleng bekas menjadi replika hewan.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 02 Feb 2017, 07:00 WIB
Diterbitkan 02 Feb 2017, 07:00 WIB
(Foto: Liputan6.com/Achmad Dwi)
Hasil kerajinan pak Kusnodin

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah patung hewan terpampang di atas meja dalam sebuah acara yang digelar oleh Citi Indonesia. Bermacam-macam hewan, ada ayam, merak, elang sampai naga. Percaya atau tidak, nyatanya, replika hewan yang apik tersebut berasal dari kaleng bekas.

Adalah Kusnodin warga Kota Magelang, Jawa Tengah yang mengolah kaleng-kaleng bekas tersebut. Berkat tangan dinginnya, kaleng tersebut kini menjadi barang bernilai tinggi.

Replika tersebut dijual dengan harga yang bermacam-macam. Ada yang hanya ratusan ribu, bahkan ada yang mencapai jutaan rupiah. Itu tergantung ukuran dan tingkat kerumitan.

"Harga dari Rp 200 ribu, ini Rp 175 ribu. Sampai Rp 35 juta yang harimau," kata Kusnodin seperti ditulis di Jakarta, Kamis  (2/2/2017).

Dia mengaku hanya memproduksi replika-replika hewan tersebut. Kemudian, replika itu diambil oleh galeri-galeri untuk dijual kembali. Dia mengaku puluhan galeri di berbagai kota telah menjadi langganannya.

Kusnodin sendiri, enggan memberikan keterangan terkait omzet penjualannya. Pasalnya, penjualannya tidak menentu. Kadang sepi, namun kadang ramai karena diborong. Dia mengingat, salah satu rekor penjualannya ialah pada 2014 silam.

"Rekor itu waktu tahun 2014. Saya bisa omzet sebulan Rp 150 juta. Banyak orang, kerja siang malam. Karena untuk souvernir Bali berapa negara undangan untuk APEC di Bali. Itu meraknya besar Rp 4,5 juta," jelas dia.

Kusnodin lahir di Magelang pada 3 Desember 1960. Dia membangun usaha kreasi kaleng bekas tanpa sengaja. Tahun 1985, dia hanya bekerja menjadi supir angkot. Suatu ketika, kotak peralatan untuk bekerja berlubang karena dirusak oleh tikus.

Melihat kondisi ini, Kusnodin mencari cara untuk memperbaiki kotak peralatannya, yakni memanfaatkan kaleng bekas biskuit untuk menambal kotak. Sisa kaleng tersebut juga digunakan untuk memperbaiki sebuah hiasan burung merak yang rusak. Ternyata, hiasan burung merak yang diperbaiki malah dilirik kerabatnya dan dibeli.

Kusnodin melihat potensi yang besar dari penjualan hiasan ini. Akhirnya, dia pun terus melanjutkan usahanya dan memutuskan berhenti dari sopir angkot. "Saya 1989 berhenti jadi supir angkot, tapi timbul tenggelam," kata dia.

Dia mengaku, keputusan untuk alih profesi semata hanya karena kerajinannya tersebut laku. Di samping, dia memang memiliki darah seni.

"Saya memang keluarga Saya darah seni. SMP itu nglukis di truk-truk," celetuk dia.

Membuat usaha kerajinan ini bukan perkara mudah bagi dia. Sejumlah peristiwa membuatnya harus bekerja dari awal. Beberapa peristiwa tersebut antara lain bom di Bali, gempa di Yogyakarta, sampai meletusnya Gunung Merapi. "2010 Merapi meletus bengkel saya ambruk," ujar dia.

Kesenangan Membantu Sesama

Kesenangan membantu sesama

Kusnodin bercerita, untuk memproduksi ini membutuhkan bahan baku kaleng bekas yang diperoleh dari pemulung. Dia membeli kaleng tersebut tanpa tutup. Jika pemulung biasanya mendapat Rp 100 per kaleng, di tempat Kusnodin kaleng dihargai Rp 500 per kaleng.

"Dari pemulung, kalengnya yang bagus-bagus, ambil ini saja. Tutupnya jual lagi pemulung. Jual rongsok lakunya Rp 100 Saya beli Rp 500," jelas dia.

Kaleng tersebut kemudian dipotong sehingga menjadi lembaran. Kemudian lembaran itu dibentuk sesuai kebutuhan. Misalnya untuk replika ayam, kaleng dipotong kecil-kecil lalu dipelintir sehingga menyerupai bulu ayam yang cantik.

Untuk proses ini, dia melibatkan ibu-ibu rumah tangga di sekitar sebagai pekerja lepas. Garapan itu biasanya dibawa pulang. Dia bilang, saat ini setidaknya ada 30 pekerja lepas bergabung dengannya.

"Yang ikut Saya sekitar 30-an, lepas, bawa ke rumah-rumah ini bawa pulang diplintir. Ongkosnya berapa, Rp 2.500 (per lembaran kaleng) ada yang dapat 20-15 dapat Rp 25 ribu-30 ribu. Ibu rumah tangga. Sambil mengantar anak TK. Ada yang antar dapat 2 buat uang saku anak. Saya merasa bangga di situ," ungkap dia.

Dia mengaku, mulai melibatkan masyarakat sekitar sekitar tahun 2000-an. Mulanya hanya 5 orang turut serta dalam pekerjaan ini.

Setelah pekerjaan ini diselesaikan ibu-ibu itu, baru lempengan-lempangan itu disusun hingga menjadi replika hewan. Kusnodin bilang, jika dikerjakan sendiri membutuhkan waktu paling tidak 2 hari. Namun, jika borongan seperti sekarang, seminggu bisa menghasilkan 20 replika.

"Ya kalau seminggu bisa 20, tapi kalau bikin satu 2 hari," kata dia.

Sebagai tambahan, Kusnodin merupakan wirausahawan yang menyabet gelar Microentrepreneur of the Year yang digelar oleh Citi Indonesia pada tahun 2012. Kusnodin tinggal di Ngadirejo V, Desa Ngadirejo Kecamatan Sleman Kota Magelang. Rumah tersebut juga menjadi bengkel tempat dia memproduksi replika hewan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya