RI Butuh 600 Ribu Pekerja Industri Manufaktur per Tahun

Pada 2006, jumlah pekerja manufaktur mencapai 11,89 juta orang, naik menjadi 15,54 juta orang pada 2016.

oleh Septian Deny diperbarui 14 Feb 2017, 09:33 WIB
Diterbitkan 14 Feb 2017, 09:33 WIB
Mau Kerja di Industri Manufaktur? Cek Lowongan Di Sini
Mau Kerja di Industri Manufaktur? Cek Lowongan Di Sini

Liputan6.com, Jakarta Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto menyatakan jumlah pekerja di industri manufaktur di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun.

Jika pada 2006, jumlah pekerja manufaktur mencapai 11,89 juta orang, pada 2016 naik jadi 15,54 juta orang. Rata-rata kenaikan pekerja sekitar 400 ribu orang per tahun.

“Berdasarkan perhitungan kami, dengan rata-rata pertumbuhan industri sebesar 5-6 persen per tahun, dibutuhkan lebih dari 500 ribu-600 ribu tenaga kerja industri baru per tahun,” ujar Menperin dalam keterangannya, Selasa (14/2/2017).

Sebab itu, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Berbasis Kompetensi yang Link and Match dengan Industri.

Airlangga berharap aturan ini dapat menciptakan pekerja Indonesia yang terampil sesuai kebutuhan dunia usaha melalui pendidikan dan pelatihan vokasi.

“Peraturan ini akan menjadi pedoman bagi SMK dalam menyelenggarakan pendidikan kejuruan yang link and match dengan industri," kata dia.

Bagi perusahaan, kata dia, peraturan ini dapat memfasilitasi pembinaan kepada SMK dalam menghasilkan tenaga kerja industri yang terampil dan kompeten.

Diharapkan, pendidikan kejuruan yang memiliki konsep keterkaitan dan kesepadanan dengan dunia industri akan mampu memasok tenaga kerja terampil.

“Pemerintah telah menargetkan jumlah tenaga kerja dalam program ini bisa mencapai 1 juta orang pada 2019. Karena itu, 200 SMK di seluruh Indonesia akan kami libatkan,” kata dia.

Dalam Permenperin tersebut, peran SMK antara lain menyusun kurikulum yang mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) atau standar internasional. Upaya ini akan melibatkan pelaku dan asosiasi industri.

“Di Austria, Swiss, dan Jerman, sebagai negara yang industrinya cukup maju, mereka menerapkan waktu belajar di SMK selama empat tahun dan usia 16 tahun sudah magang. Bahkan, Kadin dan industri di sana yang menyiapkan kurikulumnya,” jelas dia.

Selanjutnya, SMK perlu menyediakan kebutuhan minimum sarana dan prasarana praktikum seperti workshop dan laboratorium, serta pemenuhan kebutuhan guru bidang studi produktif.

“Untuk guru tersebut, SMK dapat memanfaatkan karyawan purnabakti atau silver expert dari industri. Mereka akan mendapat pelatihan bidang pedagogik,” lanjut Airlangga.

Peran Industri

Sementara itu, peran industri di antaranya memberikan masukan untuk penyelarasan kurikulum di SMK, memfasilitasi praktik kerja bagi siswa SMK dan magang bagi guru sesuai dengan program keahlian, menyediakan instruktur sebagai pembimbing praktik kerja dan magang, serta mengeluarkan sertifikat bagi siswa SMK dan guru.

“Untuk meningkatkan keterlibatan perusahaan industri dan memastikan keberlanjutan program link and match dengan SMK, Kemenperin telah menyusun skema insentif bagi perusahaan yang terlibat dan diusulkan penetapannya oleh Menteri Keuangan,” papar dia.

Permenperin Nomor 3 Tahun 2017 ini berlaku sejak tanggal ditetapkan pada 27 Januari 2017.

Sebagai implementasi dari Permenperin No 3/2017, Kemenperin telah menunjuk sejumlah industri untuk membina dan mengembangkan SMK di sekitar lokasi perusahaannya, yang dikemas dalam program link and match.

Untuk tahap pertama, direncanakan peluncuran program link and match antara SMK dengan industri tersebut akan dilakukan di Jawa Timur pada akhir Februari ini, yang melibatkan 50 perusahaan dan 261 SMK.

“Dengan asumsi, setiap SMK akan melibatkan 200 siswa, maka jumlah siswa yang siap diserap oleh sektor industri sebanyak 52.200 siswa,” ungkap dia.

Di samping itu, kata Airlangga, jumlah itu juga ditambah melalui program Diklat 3 in 1 yang terdiri dari pelatihan sertifikasi kompetensi, dan penempatan kerja yang diinisiasi oleh Kemenperin dengan melibatkan sebanyak 4.500 peserta di wilayah Jawa Timur.

Secara kumulatif, diprediksi akan tercipta sebanyak 600 ribu calon tenaga kerja yang dapat memenuhi kebutuhan industri pada 2019.

“Langkah ini merupakan bagian dari program nasional yang diharapkan secara masif dapat merevitalisasi kondisi SMK yang ada saat ini,” tegas Airlangga.

Khusus untuk program penguatan SDM industri melalui pendidikan vokasi, sejumlah proyek percontohan yang berbentuk kerja sama SMK dengan industri sudah mulai dilaksanakan.(Dny/Nrm)

 

Tag Terkait

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya