Bisakan RI Mandiri Kelola Tambang Tanpa Campur Tangan Asing?

Indonesia kaya akan sumber daya alam terutama di sektor pertambangan.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 01 Mar 2017, 12:15 WIB
Diterbitkan 01 Mar 2017, 12:15 WIB
Smelter
(Foto: Antara)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah memiliki cita-cita meningkatkan kedaulatan nasional dalam mengelola sumber daya alam, di antaranya pada sektor tambang. Namun, apakah kita mampu mengelolanya tanpa campur tangan pihak asing?

‎Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengungkapkan, saat dirinya baru menjadi pejabat pemerintah yang menaungi sektor pertambangan, banyak sekali masalah pada sektor tersebut.

Dia bersama dengan jajarannya, berusaha mengurai masalah yang ada tersebut salah satunya adalah‎ pemanfaatan sumber daya sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Hal tersebut sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 33.

"Kalau dirunut ke belakang, ke mana sih arah pengelolaan sumber daya alam kita ini. Founding fathers jelas sekali, pasal 33, bumi, air, segala isinya dimanfaatkan negara. Digunakan untuk kemakmuran rakyat. Kita harus punya kesepahaman, dikuasai negara, nantinya dikelola agar kebermanfaatannya sebesarnya untuk kemakmuran," kata Arcandra, dalam sebuah diskusi di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Rabu (1/3/2017).

Menurut Arcandra, dari cita-cita tersebut maka pemanfaatan harus menggunakan teknologi yang dikelola sendiri, dana dari dalam negeri, dan pengelolaan hasil tambang dilakukan sendiri, sehingga tidak perlu peran pihak asing.

"Hasilnya buat manfaat sendiri, sisanya baru kita ekspor. Inilah cita-cita ideal. Tapi yang terjadi sekarang, apakah kita mampu mengelola tambang underground dibanding negara lain? Apakah kita punya dana mengelola tambang sendiri? tidak perlu dana asing, pekerja asing," Arcandra melanjutkan.

Dia mengajak melihat persoalan yang terjadi di Iran. Meski embargo, tetapi bisa bertahan tanpa dukungan negara lain. Karena, berani mandiri dengan mengembangkan teknologi sendiri yang bisa bersaing dengan negara maju seperti Jepang ‎dan Amerika Serikat.

"‎Pelajaran dari Iran, negara yang beberapa tahun di-embargo. Mereka sangat fokus. Ada pengembangan nano technology. Mereka bisa bersaing dengan Jepang dan Amerika Serikat," tuturnya.

‎Namun untuk mewujudkan cita-cita tersebut, Indonesia masih memiliki keterbatasan, seperti pendanaan bunga pinjaman dalam negeri di atas 10 persen yang mana lebih tinggi dibanding negara lain. Sehingga memberatkan pengembangan jika mengandalkan sumber dana dari dalam negeri. Karena itu, perlu dilakukan penurunan bunga pinjaman, agar pengusaha dalam negeri bisa mengembangkan sumber daya alam nasional.

"Contoh, bicara komersial, kita sudah kalah duluan kalau pakai perbankan nasional. Kalau interest rate di atas 10 persen. di New York 30 years bond itu cuma 3 percent. Dari segi pendanaan, kita punya masalah," ungkapnya.

Menurut Arcandra, jika ingin berdaulat dalam mengelola sektor pertambangan, maka seluruh instansi harus ikut berperan menyelesaikannya. Dia berharap, dalam waktu kke depan ada dialog untuk membenahi tatakelola.

"Persoalan ini tidak bisa diselesaikan dengan satu kementerian saja. Tidak bisa eksekutif saja. Harus legislatif dan yudikatif,"‎ tutup Arcandra.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya