Ojek Online dan Sopir Angkot Saling Serang, Ini Imbauan Kemenhub

Kemenhub juga meminta penyelenggara angkutan umum harus terus meningkatkan kualitasnya.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 10 Mar 2017, 20:36 WIB
Diterbitkan 10 Mar 2017, 20:36 WIB
20161003-Demo Ojek Online, Gojek-Jakarta
Konvoi massa driver Gojek yang bersiap menuju kantor pusat mereka, dari di jalan Asia Afrika, Jakarta, Senin (3/10). Mereka menggelar aksi damai karena tidak puas dengan peraturan dari PT Gojek yang dinilai terlalu semena-mena. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Di beberapa kota fenomena ojek online sudah‎ menjadi tren. Sayangnya, munculnya kemudahan akses transportasi itu tidak diterima oleh beberapa kalangan, seperti salah satunya pengendara angkutan umum (angkot),yang terjadi di Tangerang.

Menanggapi saling serang ojek online dengan pengendara angkot tersebut, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menginstruksikan kepada pemerintah daerah untuk menengahinya. Satu hal yang diutamakan dalam penyelesaian kasus tersebut adalah tetap mengutamakan kepentingan masyarakat. ‎

"Baik angkutan umum konvensional maupun angkutan berbasis online harus mengutamakan pelayanan kepada pelanggan dan kepentingan masyarakat, kata Sekjen Kemenhub Sugihardjo, Jumat (10/3/2017).

‎Sugihardjo menambahkan pihak Kepolisian dan pemerintah daerah agar menangani hal tersebut secara persuasif. Selain itu, Sugihardjo menghimbau agar semua pihak dapat menahan diri.

Menanggapi semakin banyaknya angkutan online, Sugihardjo menyatakan bahwa kemajuan teknologi adalah keniscayaan yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan.

Oleh karena itu, Sugihardjo mengatakan, semua penyelenggara angkutan umum harus terus meningkatkan kualitasnya dalam memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.

Sebelumnya, Sugihardjo menyampaikan walaupun tidak ada regulasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan, pengoperasian ojek baik yang berbasis aplikasi/online maupun ojek pangkalan tetap harus diatur.

"Secara lokal, pemerintah daerah dan polisi setempat bisa mengatur ojek pangkalan dan ojek online secara tersendiri, contohnya seperti andong di Malioboro tidak diatur dalam undang-undang tapi ada aturan lokal," jelas dia.

Dia menuturkan, Kementerian Perhubungan tidak akan mengakomodir ojek baik pangkalan maupun online sebagai angkutan umum resmi dalam sistem transportasi karena membawa resiko bagi masyarakat dan tidak menguntungkan terhadap sistem transportasi umum.

Ojek yang menggunakan sepeda motor roda 2 dari konstruksi tidak stabil yang rentan kecelakaan sebagai angkutan umum dan tidak ramah cuaca.

Sebelumnya aksi mogok massal ratusan sopir angkutan umum (angkot) yang semula damai, berakhir ricuh di sejumlah wilayah di Kota Tangerang, Banten. Bentrokan dan lempar batu terjadi antara sopir angkot dengan driver ojek online, bahkan beberapa angkot dirusak driver ojek online pada Rabu 8 Maret 2017.

Kericuhan terjadi di sekitaran pertigaan Kutabumi, Kota Tangerang sekitar pukul 16.00 WIB. Ratusan driver ojek online berbekal batu dan senjata tajam mulai menyerang sopir angkot.

Aksi timpuk-timpukan antara sopir angkot dan driver ojek online juga terjadi di sekitaran Tangcity Mall atau Jalan Jenderal Sudirman hingga ke Perempatan Bintang menuju Jalan Veteran Kota Tangerang.

Polisi pun langsung melerai aksi anarkis tersebut, bahkan Kapolres Metro Tangerang Kombes Pol Harry Kurniawan ikut turun tangan berbekal helm berwarna hitam. (Yas)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya