Sri Mulyani Pertanyakan Kebijakan Ekonomi AS

Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan, kebijakan proteksionisme hanya akan memperbesar defisit.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Jul 2017, 17:44 WIB
Diterbitkan 11 Jul 2017, 17:44 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani
Menteri Keuangan Sri Mulyani

Liputan6.com, Jakarta - Menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati mulai mempertanyakan kebijakan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang mulai mengarah pada proteksionisme bilateral.

Dia menuturkan, kebijakan ekonomi itu sangat mengkhawatirkan, sebab akan menghilangkan seluruh kemajuan dan manfaat yang dinikmati selama enam tahun terakhir oleh banyak negara, salah satunya Indonesia.

"Bisa melakukan kemajuan-kemajuan untuk memerangi kemiskinan, meningkatkan kemakmuran rakyat, pada saat mereka memiliki akses terhadap perdagangan internasional dan itu lewat globalisasi," tambah Sri.

Selain itu, kebijakan proteksionisme AS dinilai hanya memperbesar defisit Amerika Serikat. "Kami kehilangan kepemimpinan dan suara dari AS. Jadi saya harap AS dapat menjadi negara yang mampu menginspirasi dunia," ujar Sri Mulyani dalam pidatonya pada jamuan makan malam persahabatan antara Indonesia dan Amerika, seperti dikutip dari VOA, Selasa (11/7/2017).

Pada akhir Maret, Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah menandatangani instruksi presiden yang berisi perintah untuk menyelidiki pelanggaran perdagangan terhadap 16 negara yang memiliki surplus terhadap perdagangan. Salah satunya adalah Indonesia yang menduduki peringkat ke-15 dengan total surplus sebesar US$ 13 miliar  pada 2016.

Seperti dilansir dari ChannelnewsAsia, Senin 3 April 2017, pejabat tinggi AS mengatakan Donald Trump akan mengeluarkan dua perintah eksekutif untuk mencari akar masalah penyebab defisit neraca perdagangan AS.

Sekretaris Perdagangan AS, Wilbur Ross mengatakan, salah satu perintah Trump berupa analisis negara per negara dan produk per produk. Hasilnya akan dilaporkan pada Trump dalam 90 hari.

Mereka akan melihat bukti kecurangan, perilaku tak pantas, kesepakatan dagang yang tidak sesuai dengan janji, kurangnya penegakan hukum, persoalan mata uang, dan kendala dengan Organisasi Perdagangan Dunia

Ross menyebutkan, China menjadi sumber defisit terbesar. Selain China, ada belasan negara lain dinilai menjadi penyebab defisit perdagangan AS. Negara tersebut ialah Kanada, Prancis, Jerman, India, Indonesia, Irlandia, Italia, Jepang, Malaysia, Meksiko, Korea Selatan, Swiss, Taiwan, Thailand dan Vietnam.

Selain itu, Donald Trump juga akan menggalangkan ajakan Buy American untuk mendorong pembelian produk dalam negeri dan mempekerjakan warga Amerika Serikat. Alex Feldman selaku Direktur Asia Bisnis Concern mempertanyakan agenda proteksi AS tersebut dan menyarankan AS agar belajar dari pengalaman sebelumnya. (Franciska Wahyuning)

 

 

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

 

 

 

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya