Orang Miskin RI Banyak Habiskan Uang untuk Beli Beras dan Rokok

Rokok merupakan komoditi kedua yang dikonsumsi banyak orang miskin.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 17 Jul 2017, 15:17 WIB
Diterbitkan 17 Jul 2017, 15:17 WIB
Tak Ada Lagi Ruang bagi Perokok di Balai Kota Solo
Pencanangan bebas asap rokok di Balai Kota Solo sengaja dilakukan pada bulan puasa untuk menyiapkan pegawai tak merokok di bulan lain. (Liputan6.com/Fajar Abrori)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat garis kemiskinan di Indonesia naik 3,45 persen menjadi Rp 374.478 per kapita per bulan di Maret 2017 dibanding September tahun lalu sebesar Rp 361.990 per kapita per bulan. Orang-orang miskin di Republik ini paling banyak mengonsumsi beras dan rokok.

Garis kemiskinan digunakan sebagai suatu batas untuk mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan, dalam hal ini kurang dari Rp 374.478 per kapita per bulan.

Kepala BPS, Suhariyanto atau yang akrab disapa Kecuk mengatakan, dari garis kemiskinan Rp 374.478 per kapita per bulan, pengeluaran orang miskin untuk membeli makanan Rp 274.544 dan bukan makanan Rp 99.933 per kapita per bulan di Maret 2017.

Lanjutnya, dilihat dari sumbangan garis kemiskinan pada bulan ketiga ini, 73,31 persen dikontribusi dari makanan, dan 26,69 persen dari pengeluaran bukan makanan.

"Dilihat kontribusi yang sangat besar dari makanan terhadap garis kemiskinan, maka kita harus menjaga harga bahan pokok yang paling banyak dikonsumsi orang miskin harus stabil. Kalau tidak stabil, pengaruhnya besar ke perubahan penduduk miskin," tegas Kecuk saat Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Senin (17/7/2017).

Adapun komoditas yang memberi pengaruh besar terhadap garis kemiskinan di Maret 2017, kata Kecuk, tidak berbeda jauh dengan September 2016, meliputi:

- Komoditas Makanan

1. Beras di kota 20,11 persen dan desa 26,46 persen
2. Rokok di kota 11,79 persen dan desa 11,53 persen
3. Daging sapi 0,24 persen di kota dan 0,16 persen di desa
4. Telur ayam ras di kota 3,69 persen dan 3,13 persen di desa
5. Daging ayam ras 3,61 persen di kota dan 2,23 persen di desa
6. Mie instan di kota 2,59 persen dan 2,31 persen di desa
7. Gula pasir di kota 2,27 persen dan 3,04 persen di desa
8. Bawang merah 1,67 persen di kota dan 1,95 persen di desa
9. Tempe 1,67 persen di kota dan 1,51 persen di desa
10. Tahu 1,59 persen di kota dan 1,36 persen di desa

- Komoditas Bukan Makanan

1. Perumahan di kota 9,01 persen dan di desa 7,30 persen
2. Listrik 3,26 persen di kota dan 1,66 persen di desa
3. Bensin 3,84 persen di kota dan 2,80 persen di desa
4. Pendidikan di kota 2,41 persen dan 1,45 persen di desa
5. Angkutan 1,57 persen di kota dan 0,79 persen di desa.

"Melihat beras sangat besar pengaruhnya terhadap garis kemiskinan, maka harga beras harus betul-betul dijaga, karena kalau harga beras naik, dampak ke peningkatan jumlah penduduk miskin besar sekali," Kecuk mengatakan.

Ia menambahkan, rokok merupakan komoditas kedua yang dikonsumsi banyak orang miskin. "Inilah kondisi riil yang banyak dikonsumsi rumah tangga miskin di Indonesia. Jadi nomor dua terbesar. Kalau ini dikeluarkan dari garis kemiskinan, maka tidak mencerminkan kondisi riilnya," terangnya.

Oleh karena itu, Kecuk menyarankan agar pemerintah gencar memberikan sosialisasi dan edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat atas bahaya rokok bagi kesehatan.

"Ke depan supaya rokok tidak menjadi komoditi nomor dua yang berpengaruh ke garis kemiskinan, pemerintah harus meningkatkan kesadaran masyarakat walaupun faktanya susah ya kalau tidak ada keinginan (berhenti)," tuturnya.

 

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya