Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mendorong perusahaan tambang asing mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Ini agar pasar modal Indonesia semakin berkembang.
Jonan mengatakan, dari 600 perusahaan yang terdaftar di BEI, jumlah perusahaan energi dan tambang masih menjadi ‎minoritas. Perusahaan tersebut merupakan perusahaan lokal.
"Kalau dilihat, yang ada di bursa dari 600 listed company, enggak banyak yang masuk bursa, Kecuali yang sudah jadi perusahaan Indonesia, seperti Adaro dan Indika," kata Jonan, di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (7/11/2017).
Advertisement
Baca Juga
Jonan menuturkan, masih banyak perusahaan yang di bawah pengawasan Kementerian ESDM belum terdaftar di BEI, khususnya perusahaan badan usaha asing seperti Freeport Indonesia.
"Tapi yang masih mayoritas dikelola oleh badan usaha asing seperti vale freeport tidak listed di sini," ujar Jonan.
Jonan pun akan mendorong perusahaan asing memiliki program mendaftarkan perusahaannya di BEI. Hal ini akan membuat pasar saham Indonesia akan semakin menarik karena jumlah perusahaan yang terdaftar bertambah.
"Kami akan minta bahwa di kemudian hari mereka harus punya program, untuk listing di bursa efek indonesia. Sehingga BEI menjadi lebih menarik dan lebih besar," tutur Jonan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Asosiasi Dorong Pelepasan Saham Perusahaan Tambang lewat IPO
Sebelumnya Indonesian Mining Association (IMA) mendorong pemerintah menggunakan mekanisme Initial Public Offering (IPO) untuk‎ pelepasan saham (divestasi) perusahaan tambang asing sebesar 51 persen‎.
Executive Director of IMA, Syahrir Abu Bakar ‎mengatakan, pemerintah harus memperhitungan biaya produksi tambang. Untuk meringankan biaya tersebut, maka pelepasan saham seharusnya dengan mengunakan skema IPO, sehingga beban biaya dapat dipikul peserta lainnya.
"Kita mengharapkan IPO. Cadangan yang belum disentuh kan nggak ada harga, untuk sentuh itu ada cost dan itu harusnya diperhitungkan," kata Syahrir, di Jakarta, Selasa 31 Oktober 2017.
Syahrir mengungkapkan, pemerintah memang sudah mengatur tata cara pelepasan saham perusahaan tambang asing, termasuk pelepasan saham ke bursa saham melalui mekanisme IPO.
‎"Di Undang-Undang ada entity Indonesia itu pemerintah pusat, pemerintah daerah, Bandan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan swasta nasional. Masih dimungkinkan dari bursa efek," paparnya.
Menurut Syahrir, pelepasan saham dengan menggunakan mekanisme IPO dapat meningkatkan keyakinan investor, untuk menanamkan modalnya pada sektor pertmbangan Indonesia, karena cara tersebut dinilainya lebih transparan.
"Mengarahnya ke IPO, karena lebih transparan, investor juga nggak ragu-ragu untuk masuk," tuturnya.
Terkait dengan divestasi Freeport sebesar 41,64 persen, Syahrir mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam mengambil keputusan. Pasalnya, akan berpengaruh pada iklim investasi pertambangan Indonesia. "Ini satu bisa menjadi kalau salah kita menangani Freeport ancur iklim investasi kita di tambang terutama dalam masalah divestasi," tutup Syahrir.
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 9 Tahun 2017 mengenai tata cara divestasi saham perusahaan tambang mineral dan batubara, menetapkan Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi, Kontra Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) berstatus penanam modal asing, diwajibkan divestasi 51 persen ke pihak nasional secara bertahap selama 10 tahun melakukan kegiatan produksi di Indonesi.
Peraturan tersebut juga mengatur pelepasan saham, pertam‎a saham ditawarkan ke Pemerintah Pusat, kemudian jika tidak meminati ditawarkan ke pemerintah daerah, jika tidak diminati saham tersebut ditawarkan ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Jika tak ada yang berminat juga, akan ditawarkan ke pihak swasta nasional.
Jika seluruh pihak yang telah ditawarkan ‎tidak meminati penawaran saham, maka mekanisme pelepasan dengan cara IPO dilakukan.
Advertisement