Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) memperkirakan inflasi 2017 berada di bawah 3,5 persen. Hal ini sejalan dengan yang telah diperkirakan sebelumnya. Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan inflasi di Desember 2017 masih relatif terkendali. Hingga pekan ke-3 bulan ini, inflasi berada di kisaran 0,42 persen.
"Di Desember ini, minggu ketiga ada di kisaran 0,42 persen kelihatannya," ujar dia di Karangasem, Bali, seperti ditulis Minggu (24/12/2017).
Advertisement
Baca Juga
Menurut dia, inflasi di Desember ini lebih didorong oleh kenaikan sejumlah komoditas pangan di akhir tahun. Contohnya, harga telur dan cabai yang mulai mengalami lonjakan. "Kalau lihat dari komoditasnya yang kelihatan ada tekanan inflasi seperti telur ayam, cabai. Tetapi ini sudah dilakukan koordinasi," kata dia.
Namun demikian secara tahunan, kata Agus, inflasi di 2017 di perkirakan akan berada di bawah 3,5 persen. Hal tersebut sesuai seperti yang telah diperkirakan sebelumnya. "Sehingga kalau dilihat secara setahun itu masih ada di bawah 3,5 persen. Jadi ini sejalan dengan inflasi yang kita perkirakan yang ada di 3 persen-3,5 persen," tandas dia.‎
Pencapaian tersebut di bawah target laju inflasi yang ditetapkan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) tahun ini di kisaran 4 plus minus 1 persen. Di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017, pemerintah mematok target inflasi 4,3 persen.
Di bawah prediksi pengamat
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara sebelumnya memproyeksikan pergerakan inflasi sampai dengan akhir tahun akan berada pada kisaran 4 persen sampai 4,25 persen, atau lebih rendah dari target pemerintah.
"Proyeksi inflasi sampai akhir tahun ini ada di range 4 persen-4,25 persen. Tapi ini semua bergantung pada dua faktor," kata Bhima saat dihubungi Liputan6.com.
Dua faktor atau syarat supaya laju inflasi terkendali, Bhima mengakui, pemerintah tidak akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), listrik, serta elpiji 3 kilogram (kg) bersubsidi hingga akhir tahun meski harga minyak mentah sudah menembus di atas US$ 50 per barel. Itu yang pertama.
"Kedua, kurs rupiah harus bisa dijaga karena 70 persen bahan baku industri, rata-rata impor. Kalau rupiah terdepresiasi, harga jual barang industri bisa naik, jadi lebih mahal, dan jadi cost push inflation," dia menjelaskan.
Sementara untuk gejolak harga pangan (volatile food), Bhima menambahkan, akan ada tantangan cuaca sampai dengan tahun depan. Namun demikian, secara umum pasokan bahan pangan diperkirakan cukup aman, terutama komoditi beras.
"Kalaupun nanti ada kenaikan harga menjelang Natal dan Tahun Baru, itu hanya bersifat musiman saja, jadi wajar," ucap dia.