Trump Ingin Perdagangan Bebas yang Adil

Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyampaikan pidato di World Economic Forum. Dalam pidatonya, ia menyebutkan AS terbuka untuk bisnis.

oleh Agustina Melani diperbarui 27 Jan 2018, 10:00 WIB
Diterbitkan 27 Jan 2018, 10:00 WIB
Donald Trump
Presiden Amerika Serikat Donald Trump saat berbicara kepada para wali kota di East Room, di Gedung Putih, Washington, 24 Januari 2018. (AP)

Liputan6.com, Davos - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyampaikan pesan kepada pemimpin global dan bos perusahaan kalau AS berdagang dengan negara lain.

Akan tetapi, perdagangan tersebut lebih menguntungkan bisnis AS. Trump juga menyoroti iklim ekonomi AS yang kondusif untuk bisnis. Ini ditunjukkan dari tingkat pengangguran rendah. Selain itu, efek dari reformasi pajak yang dilakukan pemerintahan Trump membuat kepercayaan bisnis dan konsumen yang tinggi.

"Amerika Serikat kembali menderu, dan sekarang saatnya untuk investasi di masa depan," ujar dia seperti dikutip dari laman Marketwatch, Sabtu (27/1/2018).

Akan tetapi, dia tidak bisa mengungkapkan menerima aturan perdagangan saat ini. "Kami tidak bisa melakukan perdagangan bebas dan terbuka jika beberapa negara eksploitasi sistem dengan mengorbankan orang lain. Kami perlu perdagangan bebas tapi perlu fair dan timbal balik," ujar dia.

Dia pun membuka kemungkinan masuk Trans-Pacific Partnership (TPP). Sebelumnya pada hari pertama Trump menjabat, dirinya menarik AS dari perjanjian tersebut. "Amerika pertama bukan berarti Amerika sendiri," kata dia.

Dalam pertemuan World Economic Forum (WEF) di Davos, Swiss, Trump juga membicarakan perombakan pajak dan dampaknya ke perusahaan. Dampak perombakan pajak tersebut membuat perusahaan memberikan bonus kepada pekerjanya.

Donald Trump juga mengklaim pasar saham akan turun 50 persen jika Hillary Clinton terpilih sebagai Presiden pada November 2016.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

 

Trump Ingin Dolar AS Menguat

Rupiah Menguat Tipis atas Dolar
Pekerja bank menghitung uang dollar AS di Jakarta, Jumat (20/10). Pagi ini, Rupiah dibuka di Rp 13.509 per USD atau menguat tipis dibanding penutupan perdagangan sebelumnya di Rp 13.515 per USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tak ingin investor khawatir soal dolar AS. Hal ini usai pernyataan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin soal dolar AS.

"Dolar AS makin kuat, dan saya ingin dolar AS menguat," ujar Trump saat wawancara di World Economic Forum di Davos, seperti dikutip dari laman CNN Money, Sabtu pekan ini.

Dolar AS pun langsung menguat satu persen terhadap mata uang lainnya. Padahal kemarin, dolar AS sentuh level terendah sejak 2014 usai Menteri Keuangan Steven Mnuchin menilai dolar AS melemah baik untuk perdagangan.

Mnuchin menuturkan, ada manfaat dan masalah bagi dolar AS melemah. Namun nilai dolar AS tidak menjadi kekhawatiran bagi dirinya. Akan tetapi, investor masih merasakan kebijakan konservatif AS untuk dukung dolar AS.

Secara teori ekonomi, mata uang lebih lemah bisa menjadi keuntungan bagi pertumbuhan karena mendorong ekspor suatu negara lebih kompetitif karena lebih murah dibeli. Namun hal itu juga dapat mengurangi defisit perdagangan. Kebijakan itu juga yang mau dijalankan pemerintahan Trump.

Akan tetapi, dolar AS lemah juga dapat merusak kepercayaan pada aset lainnya termasuk obligasi.

Mnuchin pun mencoba klarifikasi ucapannya mengenai dolar AS. Ia menuturkan, kalau AS tidak peduli nilai tukar dolar AS dalam jangka pendek.

Sebaliknya dia menuturkan, kalau kekuatan dolar AS mencerminkan ekonomi AS. Presiden AS Donald Trump pun berusaha untuk mengatasi dari pernyataan Menteri Keuangannya.

Meski demikian investor mencermati pernyataan Menteri Keuangan terutama soal dolar AS. "Untuk alasan apa pun pasar keuangan peduli dengan apa yang dikatakan Menteri Keuangan soal dolar AS," ujar Direktur the Hutchins Center for Fiscal and Monetary Policy Brookings Institution David Wessel.

"Mnuchin mengatakan hal-hal yang mendorong dolar AS turun entah dia mau atau tidak," ujar Wessel.

Dolar AS cenderung tertekan sejak tahun lalu. Pertumbuhan ekonomi global yang kuat membuat investor mencari alternatif aset AS.

"Penutupan pemerintahan, kemungkinan di masa depan, dan ancaman penurunan peringkat kredit negara pada akhirnya tidak membantu. Komentar Mnuchin melemahkan kepercayaan investor. Ini benar-benar perburuk masalah," jelas Kathy Lien, Direktur BK Asset Management.

Dolar AS yang melemah juga mempersulit pekerjaan the Federal Reserve. Melemahnya dolar AS dapat percepat inflasi lantaran mata uangnya kurang berharga. Inflasi yang lebih cepat timbulkan tekanan the Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga.

"Menteri Keuangan membuka pintu bagi investor untuk bertanya-tanya apa yang sebenarnya diinginkan," ujar Edwin Truman, Senior Fellow di the Peterson Institute for International Economics.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya