Liputan6.com, Jakarta - PT Kimia Farma (Persero) Tbk melebarkan sayapnya di pasar internasional. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini mulai merambah industri farmasi di Arab Saudi dengan mengakuisisi saham Dawaa Medical Limited Company (Dawaa), salah satu anak perusahaan Marei Bin Mahfouz (MBM) Group yang bergerak di bidang kesehatan.
Kimia Farma melakukan akuisisi saham Dawaa melalui penyertaan modal atau investasi sebesar SAR38 juta (Arab Saudi Riyal) dengan skema pemesanan saham baru (share subscription). Jika dihitung dalam rupiah, investasi tersebut sekitar Rp 136,8 miliar (kurs Rp 3.600 per SAR).
Advertisement
Baca Juga
Dengan demikian, Kimia Farma menjadi pemegang saham mayoritas dengan kepemilikan saham Dawaa sebesar 60 persen.
"Oleh karena itu saat ini, Dawaa memiliki nama Kimia Farma Dawaa dan perusahaan joint venture ini menjadi entitas anak baru di Kimia Farma Group," kata Direktur Utama Kimia Farma, Honesti Basyir di Hotel Borobudur, Senin (5/3/2018).
Kepastian itu setelah Direktur Utama Kimia Farma, Honesti Basyir dan Chief Executive Officer (CEO) MBM, Mahfouz Bin Marei Bin Mahfouz melakukan Penandatangan Shareholder Agreement pagi ini. Aksi korporasi ini sekaligus menandai beroperasinya Kimia Farma Dawaa secara efektif di bulan ini.
Ekspansi bisnis Kimia Farma ke luar negeri, khususnya di Arab Saudi dan Middle East and North Africa (MENA) sebagai strategi pengembangan bisnis dan pasar dalam meningkatkan benefit bagi para stakeholder.
“Sudah saatnya Kimia Farma memperbesar pasar untuk skala global. Sebagai BUMN Farmasi, Kimia Farma tidak hanya hadir untuk masyarakat di negeri sendiri. Akan tetapi juga hadir di luar negeri," tambah Honesti.
Dijelaskannya, ekspansi bisnis Kimia Farma sekaligus untuk mendukung program pemerintah dalam melayani kebutuhan pelayanan kesehatan jemaah haji dan umrah Indonesia yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, serta melayani Warga Negara Indonesia (WNI) yang bekerja di Arab Saudi.
Tonton Video Pilihan di Bawah Ini:
Kenapa Orang Kaya RI Doyan Berobat ke Luar Negeri?
Ratusan ribu orang memilih terbang ke negara tetangga seperti Malaysia, Singapura untuk menjalani pengobatan karena berbagai alasan, salah satunya biaya berobat yang lebih murah. Hal tersebut dibantah bos PT Kimia Farma Tbk (KAEF).
Direktur Utama Kimia Farma, Rusdi Rosman mengklaim harga obat di Indonesia jauh lebih murah dibanding beberapa negara ASEAN meskipun hampir 95 persen bahan baku obat yang diproduksi perusahaan farmasi lokal berasal dari impor.
"Harga obat kita paling murah, sangat murah dibanding Malaysia, Singapura, Vietnam, Kamboja. Murahnya bisa 20 persen-30 persen dari obat negara-negara tersebut," kata Rusdi saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Senin pada 28 Desember 2015.
Lalu kenapa rata-rata 600 ribu orang pasien Indonesia berobat ke mancanegara setiap tahunnya jika harga obat di Tanah Air lebih murah?
Menurut Rusdi, satu alasan orang Indonesia lebih memilih menjalani pengobatan di negara lain. Bukan hanya sekadar melihat faktor harga obat, melainkan pelayanannya. "Orang berobat ke luar negeri karena pelayanannya, bukan harga obat saja," jelasnya.
Ia mengimbau kepada seluruh rumah sakit, tenaga medis maupun perusahaan farmasi untuk dapat meningkatkan pelayanan, sehingga warga Indonesia khususnya orang kaya tidak jauh-jauh ke luar negeri hanya untuk berobat. Dengan demikian, tak akan ada devisa yang keluar dari negara ini dan dinikmati bangsa lain.
"Supaya orang berobat di sini, pelayanan ditingkatkan, harga obat terjangkau, jangan ada malapraktik, meningkatkan kompetensi para dokter dan tenaga medis di seluruh Indonesia," tukas Rusdi.
Advertisement