Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merilis Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS) semester II Tahun 2017. Salah satu pemeriksaaan terhadap pengelolaan operasional jalan tol yang dinilai belum efektif.
Pemeriksaan tersebut dilakukan pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Banten.
Pemeriksaan itu untuk menilai efektivitas pengelolaan operasional jalan tol pada Kementerian PUPR, BPJT, dan BUJT berkaitan dengan kelancaran lalu lintas dan kebijakan tarif tol.
Advertisement
Kementerian PUPR dan BPJT telah berupaya memperlancar arus lalu lintas di jalan tol antara lain perbaikan ukuran dalam standar pelayanan minimal (SPM) yang harus dicapai oleh BUJT, penerapan integrasi sistem pembayaran, penerapan transaksi elektronik dan penambahan pintu atau gardu tol pada saat tertentu.
Baca Juga
Namun demikian, hasil pemeriksaan BPK menyimpulkan bahwa pengelolaan operasional jalan tol pada Kementerian PUPR, BPJT dan BUJT berkaitan dengan kelancaran lalu lintas dan kebijakan tarif tol belum efektif dalam aspek perencanaan, pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi.
BPK menemukan sejumlah masalah pokok yang perlu dapat perhatian. Mengutip IHPS BPK pada Selasa (3/4/2018), masalah pokok yang perlu diperhatikan antara lain Kementerian PUPR dan BPJT belum punya rencana mengatasi masalah kelancara lalu lintas di jalan tol. Ini karena belum tersedianya dokumen yang memuat rencana jangka pendek, menengah.
Selain itu rencana perbaikan serta koordinasi manajemen dan rekayasa lalu lintas sebagai alternative solusi mengatasi kemacetan yang sering terjadi di beberapa ruas jalan tol di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jaobdetabek).
Masalah lain ditemukan yaitu proses penilaian pemenuhan SPB belum memadai dan terdapat beberapa ruas jalan tol yang tidak memenuhi standar pada aspek kelancara lalu lintas.
Proses penyesuaian dengan menaikkan tarif sesuai laju inflasi yang dilakukan oleh BPJT belum mempertimbangkan tingkat pelayanan maupun pemenuhan SPM pada kecepatan tempuh rata-rata dan panjang antrean pada gerbang tol.
Kementerian PUPR maupun BPJT tidak melakukan penilaian atas tingkat pelayanan di jalan tol. Selain itu juga belum mempertimbangkan kondisi daya beli masyarakat. Berdasarkan data BPS selama tiga tahun (2013-2016), daya beli masyarakat naik namun sangat kecil. Pertumbuhan daya beli 4,9 persen-5,3 persen.
Kemudian hasil pemeriksaan menunjukkan beberapa ruas jalan tol tidak memenuhi indicator kecepatan tempuh minimal rata-rata sesuai SPM kurang dari 40 km/jam.
Terakhir, pemantauan dan evaluasi yang dilaksanakan BPJT terhadap pemenuhan kewajiban BUJT belum memadai karena belum melakukan pemantauan atas kewajiban pelaporan BUJT secara optimal dan tidak memantau dan evaluasi atas rencana pengoperasian dan pemeliharaan yang dilakukan oleh BUJT.
Â
Rekomendasi BPK
Oleh karena itu, BPK merekomendasikan kepada Kepala BPJT agar bersama-sama Menteri PUPR maupun sendiri-sendiri sesuai dengan kewenangan masing-masing membuat perencanaan jangka pendek, menengah dan panjang untuk seluruh alternatif solusi mengatasi kemacetan yang terjadi di sejumlah ruas tol di Jabodetabek.
Kemudian memperbaiki SOP pemeriksaan pemenuhan SPM secara efektif, melakukan evaluasi secara menyeluruh penyebab SPM tidak terpenuhi terutama pada aspek kelancaran lalu lintas. Selian itu, mempertimbangkan tingkat pelayanan, pemenuhan SPM dan kondisi daya beli masyarakat pada setiap melakukan penyesuaian tarif tol.
BPK juga mengimbau agar segera membuat dan menerapkan standar prosedur mekanisme untuk memantau dan evaluasi atas pengoperasian dan pemeliharaan yang dilaksanakan BUJT termasuk sanksi jika tidak dilaksanakan.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Advertisement