Liputan6.com, Beijing - Huang Ping, seorang kakek di Jinxi, China, kini harus tinggal di rumahnya yang berada tepat di tengah jalan tol setelah menolak tawaran kompensasi dari pemerintah untuk pembebasan lahannya.
Rumah dua lantai miliknya kini dikelilingi oleh proyek konstruksi, dengan debu dan kebisingan dari para pekerja membuatnya menyesali keputusannya.
Baca Juga
Huang sebelumnya menolak tawaran kompensasi sebesar £180.000 (sekitar Rp3,6 miliar) yang ditawarkan pemerintah, menganggapnya tidak cukup untuk mengganti nilai rumahnya. Namun, setelah jalan tol mulai dibangun di sekitar rumahnya, ia mulai menyadari kesalahannya.
Advertisement
“Kalau bisa memutar waktu, saya akan menyetujui syarat pembongkaran yang mereka tawarkan. Sekarang rasanya seperti saya kalah taruhan besar," ungkap Huang, seperti dikutip dari laman Hindustan Times, Selasa (28/1/2025).
Dalam video yang beredar di media sosial, rumah dua lantai milik Huang tampak berada di tengah proyek konstruksi besar, dengan atap rumahnya sejajar dengan dua jalur jalan tol.
Huang tinggal di rumah tersebut bersama cucunya yang berusia 11 tahun.
Karena Huang bersikeras menolak pindah, negosiasi panjang dengan pemerintah akhirnya berakhir tanpa kesepakatan, sehingga otoritas setempat memutuskan untuk melanjutkan pembangunan jalan tol dengan mengelilingi rumahnya.
Kini, rumah Huang menjadi daya tarik bagi penduduk setempat yang datang untuk mengambil foto dan menyebutnya sebagai pemilik "rumah paku yang kuat". Dalam istilah Tiongkok, "rumah paku" merujuk pada rumah yang tetap berdiri meski pemiliknya menolak tawaran pengembang properti atau pemerintah.
Kompensasi Tak Sepadan
Fenomena rumah paku bukan hal baru di Tiongkok. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan rumah yang tetap dihuni meskipun berada di tengah-tengah proyek pembangunan besar seperti jalan raya, gedung pencakar langit, atau pusat perbelanjaan.
Pemilik rumah sering kali menolak pindah karena merasa tawaran kompensasi tidak sepadan dengan nilai properti mereka.
Salah satu kasus terkenal terjadi di Shanghai pada 2017, di mana sebuah rumah paku menghalangi lalu lintas di jalan utama selama hampir 14 tahun. Setelah menolak berbagai tawaran sejak 2003, pemilik akhirnya setuju untuk pindah setelah mendapatkan kompensasi dengan nominal sesuai keinginannya.
Huang kini mengungkapkan penyesalan atas keputusannya, khawatir tentang bagaimana hidup di rumahnya setelah jalan tol resmi dibuka.
"Hidup di sini akan sangat sulit dengan jalan raya yang beroperasi," katanya.
Â
Advertisement