Tolak Kenaikan UMP 8,03 Persen, 5.000 Buruh Bakal Geruduk Kemenaker

akan menggelar aksi penolakan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 8,03 persen pada 2019.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 20 Okt 2018, 13:31 WIB
Diterbitkan 20 Okt 2018, 13:31 WIB
Hari Buruh-Mayday 2017-Reog-Jakarta- Helmi Afandi-20170501
Massa buruh berjalan menuju Istana Negara saat aksi Hari Buruh di Jakarta, Senin (1/5). Dalam aksinya para buruh meminta sistem kerja kontrak dan upah rendah dihapus. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan menggelar aksi penolakan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 8,03 persen pada 2019. KSPI menuntut kenaikan UMP bisa lebih tinggi lagi.

Presiden KSPI, Said Iqbal, mengatakan di tingkat nasional, aksi akan dipusatkan di kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) pada 24 Oktober 2018.

"Aksi unjuk rasa di Kementerian Ketenagakerjaan akan diikuti sekurangnya lima ribu buruh, berasal dari Jabodetabek dan Banten," kata dia, Sabtu (20/10/2018).

Dalam aksi ini, buruh akan mengusung tiga tuntutan. Cabut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 (PP 78/2015), tolak kenaikan upah minimum sebesar 8,05 persen, dan meminta kenaikan upah minimum sebesar 20 hingga 25 persen.

Selain di Kemenaker, buruh juga akan beraksi di berbagai daerah. Beberapa daerah yang sudah memastikan ikut dalam aksi adalah Bandung, Jawa Barat pada 25 Oktober 2018, Medan, Sumatera Utara pada 29 Oktober 2018, Surabaya, Jawa Timur pada 29 Oktober 2018,  Semarang, Jawa Tengah pada 30 Oktober 2018, dan Batam-Kepulauan Riau pada 31 Oktober 2018.

"Dalam aksi ini, buruh juga akan menyerukan untuk tidak memilih pemimpin yang pro upah murah dengan menerapkan PP 78/2015 dalam Pemilu 2019," ujar dia.

 

Buruh Tuntut UMP 2019 Naik 25 Persen

Ilustrasi Upah Buruh
Ilustrasi Upah Buruh (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta pemerintah menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2019 atau UMP 2019 sebesar 25 persen. Angka ini jauh di atas kenaikan yang telah ditetapkan sebesar 8,03 persen.

Presiden KSPI, Said Iqbal, menyatakan pihaknya menolak kenaikan upah minimum sebesar 8,03 persen sebagaimana yang disampaikan Menteri Ketenagakerjaan dalam surat edaran tertanggal 15 Oktober 2018.

Dia menuturkan, kenaikan upah minimum sebesar 8,03 persen akan membuat daya beli buruh jatuh. Hal ini karena kenaikan harga barang, antara lain beras, telur ayam, transportasi (BBM), listrik, hingga sewa rumah, kenaikannya lebih besar dari 8,03 persen.

Lebih lanjut dia menegaskan, idealnya kenaikan upah minimum pada 2019 adalah sebesar 20 hingga 25 persen. Kenaikan sebesar itu didasarkan pada hasil survei pasar kebutuhan hidup layak yang dilakukan FSPMI-KSPI di beberapa daerah.

"Kenaikan upah minimum sebesar 20-25 persen kami dapat berdasarkan survei pasar di berbagai daerah seperti Jakarta, Banten, Bekasi - Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, hingga Sumatera," ujar dia di Jakarta, Kamis 18 Oktober 2018.

Oleh karena itu, Said meminta agar kepala daerah mengabaikan surat edaran Menteri Ketenagakerjaan dan tidak menggunakan PP 78/2015 dalam menaikkan upah minimum.

"Sebab, acuan yang benar adalah menggunakan data survei Kebutuhan Hidup Layak sebagaimana yang diperintahkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003," kata dia.

‎Sebagai informasi, kenaikan 8,03 persen sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan yang menetapkan formula kenaikan upah minimum berdasarkan inflansi dan pertumbuhan ekonomi.

Sejak diterbitkan pada 2015, KSPI sudah menolak PP 78/2015 karena dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam undang-undang ini, kenaikan upah minimum salah satunya berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL).

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya