Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) memperkirakan gagal mengantongi laba bersih sampai akhir tahun ini akibat beban kurs yang semakin berat atas pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto mengatakan, melemahnya rupiah yang sempat menyentuh level Rp 15.200 per USD, membuat laba bersih PLN semakin tergerus. Sebab beban usaha menggunakan dolar AS sedangkan pendapatannya dalam rupiah.
Advertisement
Baca Juga
"Nilai kurs kan RP 15.200 per USD ikut naik (beban usaha). Tapi kalau berubah lagi, ya pembukuan turun lagi, jadi ini soal pembukuan saja," kata Sarwono di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (23/10/2018).
Menurut Sarwono, PLN hanya akan mencatat laba di sisi operasional, sedangkan pada sisi lain perusahaan listrik pelat merah tersebut mengalami kerugian.
"Jadi semuanya ini soal rugi, lihat neracanya. Rugi operasi atau rugi kurs. Kita yang penting untung," tutur Sarwono.
Namun ketika ditanyakan angka kerugian dan untung operasional yang ditanggung PLN, Sarwono belum bisa menyebutkan, sebab angkanya akan terus mengalami perubahan.
"Aku bukan ahli nujum. Ini angka berubah terus. Operasionalnya doakan untung. tarif bagus tapi kita untung (operasional)," ujarnya.
Terbitkan Global Bond, PLN Incar USD 1,5 Miliar
PT PLN (persero) kembali menerbitkan obligasi global (global bond) senilai kurang lebih USD 1,5 miliar. Perolehan dana tersebut akan digunakan untuk membiayai kebutuhan investasi dan program 35 ribu megawatt (MW).
Direktur Keuangan PLN Sarwono mengatakan, global bond tersebut diterbitkan sekaligus dalam mata uang USD dan euro, yaitu USD 500 juta dengan tenor 10 tahun 3 bulan, USD 500 juta dengan tenor 30 tahun 3 bulan, dan € 500 juta dengan tenor 7 tahun, serta tingkat bunga masing-masing 5,375 persen, 6,25 persen dan 2,875 persen.
Dalam Global Bond ini PLN berhasil memperoleh kupon dan beban bunga yang sangat kompetitif, meskipun suku bunga acuan USD atau Fed Fund Rate pada tahun ini telah naik sebanyak 3 kali, sehingga dengan ini mampu mendukung upaya PLN untuk dapat terus menyediakan listrik kepada masyarakat dengan tarif yang terjangkau.
"Pilihan pendanaan ini cukup tepat, mengingat sebagian besar kebutuhan investasi peralatan pembangkit listrik masih harus diperoleh dari luar negeri," kata Sarwono, di Jakarta, Selasa (23/10/2018).
Dia melanjutkan, saat kondisi pasar yang bergejolak serta isu perang dagang, PLN tidak hanya berhasil mendapatkan pendanaan dengan tenor yang panjang, namun juga berhasil memperluas basis investor di pasar Eropa dengan global bond bermata uang euro.
Dengan begitu, PLN BUMN Indonesia pertama yang mampu secara bersamaan menerbitkan global bond di Pasar Internasional dalam dua mata uang, yaitu USD dan euro.
"PLN juga menjadi BUMN Indonesia pertama yang mampu menerbitkan secara sekaligus dalam triple tranches yaitu tenor 7 tahun, 10 tahun dan 30 tahun," lanjut Sarwono.
Menurutnya, pencapaian ini membuktikan dunia internasional percaya keuangan Indonesia dan PLN dikelola dengan baik, serta menunjukkan keyakinan dari masyarakat internasional atas kekuatan fundamental ekonomi Indonesia.
"PLN saat ini maupun sustainabilitas pertumbuhannya di masa mendatang," tandasnya.
Advertisement