Berakhir Hari Ini, Izin Sementara Freeport Belum Diteken Menteri Jonan

Menteri Jonan belum memberikan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sementara untuk PT Freeport Indonesia yang berakhir pada 31 Oktober 2018.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 31 Okt 2018, 20:25 WIB
Diterbitkan 31 Okt 2018, 20:25 WIB
Tambang Grasberg PT Freeport Indonesia. Foto: Liputan6.com/Ilyas Istianur P
Tambang Grasberg PT Freeport Indonesia. Foto: Liputan6.com/Ilyas Istianur P

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) belum memberikan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sementara untuk PT Freeport Indonesia yang berakhir pada 31 Oktober 2018.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot mengatakan, Freeport Indonesia sudah mengajukan perpanjangan IUPK sementara, untuk masa berlaku satu bulan ke depan.

"Sudah (mengajukan perpanjangan IUPK sementara), " kata Bambang, di Jakarta, Rabu (31/10/2018).

Menurut Bambang, meski perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut telah mengajukan perpanjangan status IUPK sementara, tetapi saat ini instansinya belum memberikan perpanjangan status IUPK sementara.

"Kan memang belum keluar. Pak menteri belum ditandatangani," ujarnya.

Meski sampai batas waktu status IUPK sementara berakhir Freeport Indonesia belum mendapat perpanjangan, dia memberi sinyal pemerintah akan memberikan ‎perpanjangan status IUPK sementara sampai akhir November 2018.

"Business as usual (seperti yang sudah-sudah) enggak usah ditanya,"  tandasnya.

Status IUPK sementara merupakan salah satu syarat, agar perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut bisa melakukan kegiatan operasi, sambil menunggu selesainya proses negosiasi perubahan status IUPK permanen antara pemerintah dengan ‎Freeport McMorant.

DPR: Proses Divestasi Saham Freeport Butuh Waktu

Freeport Indonesia (AFP Photo)
Freeport Indonesia (AFP Photo)

Proses pengambilalihan (divestasi) saham PT Freeport Indonesia oleh BUMN PT Inalum (Persero) dinilai merupakan proses bisnis yang besar dan membutuhkan waktu tidak sebentar.

‎Anggota Komisi VII DPR Kurtubi, ‎meski butuh waktu lama, namun sejauh ini proses divestasi terus berjalan dan memberikan kepastian soal peralihan saham Freeport ke tangan Indonesia

"Bukan berarti divestasinya bohong. Ini bukan ada duit, langsung ambil. Jadi ada proses yang harus disepakati kedua belah pihak. Ada waktunya membayar," ujar dia di Jakarta, Kamis (25/10/2018).

Menurut dia, justru jika pembayaran divestasi yang dilakukan secara langsung akan menjadi sebuah kesalahan. Sebab, semua prosesnya harus mengikuti tahapan dan Inalum tinggal menunggu waktu untuk membayar pembelian saham tersebut.

"Langkah yang sudah betul dilakukan pemerintah Indonesia. Sebenarnya kewajiban divestasi adalah kontrak karya yang mereka (Freeport) tanda tangani sendiri. Sejak belasan atau puluhan tahun lalu sudah, tapi memang tidak terlaksana secara baik," ungkap dia.

Selain itu, lanjut Kurtubi, dengan proses divestasi mayoritas saham Freeport Indonesia sebesar 51 persen, akan berdampak positif ke penerimaan keuangan negara. Dan pemerintah juga berkepentingan supaya operasi penambangan emas di Papua tetap terus dilakukan.

"Kalau kontrak karya, semua alat dan infrastruktur yang telah ada sejak mereka datang, tetap miliknya. Meskipun kontraknya sudah habis. Menurut perhitungan, semua alat bernilai USD 6 miliar. Saya rasa tidak mudah membeli alat seharga USD 6 miliar," tandas dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya