Peternak Keluhkan Tingginya Harga Pakan Jagung

Kebutuhan jagung untuk bahan pakan ternak sangatlah tinggi, mencapai 780 ribu ton per bulan.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Nov 2018, 20:33 WIB
Diterbitkan 01 Nov 2018, 20:33 WIB
Panen Raya, Petani Tuban Hasilkan 33,7 Ton Jagung
Hamparan ladang jagung saat panen raya di Tuban, Jawa Timur, Jumat (9/3). Panen raya tersebut menghasilkan 33,7 ton jagung. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Peternak mengeluhkan harga jagung  yang terus naik dan stok yang minim di pasar. Melihat tren iklim, dan kondisi perjagungan nasional, dikhawatirkan akan terjadi krisis pasokan jagung untuk pakan. 

Padahal, tinggi harga pakan berakibat ke tingginya harga ayam dan telur.  Peternak pun meminta pemerintah memperhatikan soal harga dan stok ini, dengan membuat data yang akurat.

"Keberadaan stok jagung berapa, dibandingkan kebutuhan kita berapa, serta produksi kita per bulan berapa. Cadangan kan tidak ada, Bulog kan tidak ngumpulin jagung," ungkap Presiden Peternak Layer (ayam petelur) Nasional, Ki Musbar Mesdi dalam keterangannya, Kamis (1/11/2018).

Harga jagung yang mencapai harga Rp 5.300 per kilogram (kg) menjadi indikasi minimnya ketersediaan. Sementara, kebutuhan jagung untuk bahan pakan ternak sangatlah tinggi, mencapai 780 ribu ton per bulan.

Ki Musbar khawatir dalam kurun waktu bulan Desember hingga Maret mendatang, akan terjadi kekurangan stok jagung. Kondisi cuaca yang terjadi belakangan ini telah mempengaruhi hasil produksi dan pola tanam.

"Ini mempertaruhkan nasib 1,8 juta pelaku peternak unggas. Nasibnya mau dikemanakan?" tegasnya.

Lebih jauh dia juga mempertanyakan tidak adanya antisipasi, terkait siklus tingginya harga jagung pada periode Juli-September, yang disebabkan karena minimnya suplai.

Sementara Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) Sudirman  menduga pemerintah akan melakukan impor bahan baku pakan ternak, sebagai solusi.

Namun, ia tetap berharap komoditi yang diimpor adalah jagung, bukan gandum. “Pemerintah keliatannya akan mengijinkan impor feed wheat. Namun menurut saya daripada impor feed wheat, lebih baik impor jagung. Karena wheat atau gandum kan tidak bisa ditanam di Indonesia,” ujar dia.

Secara tidak langsung, kata dia, sejak dihentikannya impor jagung untuk pakan, maka pabrik pakan ternak berusaha keras mengurangi ketergantungan terhadap jagung. Peternak ayam, baik layer (petelur) atau broiler (pedaging), beralih ke subtitusi lain seperti gandum dan produk dari pengolahan gandum.

Sudirman juga khawatir akhir tahun ini, hingga awal tahun depan, mahalnya harga jagung akan terus memburuk, alias harga makin tinggi. Konsumen ayam dan telur lebih memilih daging ayam yang kakinya berwarna kuning. Lalu juga telur yang warna kuningnya lebih terang.

"Kalau pakan jagung udah alami warnanya kuning. Kalau pakai gandum, ayam kakinya putih, kita harus tambah zat aditif, itu harganya mahal juga," tuturnya lagi.

Terhadap kondisi ini, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Imelda Freddy menyatakan, sudah sewajarnya pemerintah juga fokus untuk membenahi data jagung nasional.

“Ketika data salah, maka kebijakan yang dikeluarkan menjadi tidak efektif. Salah satu contoh dimana data pangan Indonesia tidak akurat dan berpengaruh terhadap kebijakan Indonesia adalah pada tahun 2015 dimana pemerintah memutuskan untuk membatasi impor dengan alasan suplai jagung mencukupi," urai Imelda.

Pada kenyataannya, begitu impor jagung ditutup, para pengusaha beralih untuk mengimpor gandum sebagai pengganti jagung.

Sebaliknya, Kementerian Pertanian menyanggah keterbatasan pasokan jagung di pasar. Kementerian ini menilai hasil panen lokal mencukupi, termasuk untuk kebutuhan pakan ternak.

Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Agung Hendriadi menuturkan, masalah yang terjadi pada komoditas jagung adalah pada distribusi. Ini karena sentra produksi jagung berjauhan dengan tempat produksi pakan ternak sehingga mempengaruhi harga jagung.

“Ini yang kita harapkan ke depan, industri pakan itu bisa enggak mendekat kepada sentra produksi jagung. Sehingga itu akan memudahkan distribusinya nanti,” tutur Agung seperti mengutip Antara, Rabu (31/10).

Agung menukas, urusan distribusi pangan termasuk jagung bukan hanya menjadi tanggung jawab Kementan, melainkan kementerian lain. Seperti Kementerian Perdagangan, PUPR, hingga Kementerian Perhubungan. 

Masuki Masa Panen, Harga Jagung Bakal Segera Normal

Kementan
Bambang Sugiharto menyatakan bahwa berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) disimpulkan produksi dan pasokan jagung tahun 2018 surplus sebesar 12 juta ton pipilan kering (PK).

Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Moeldoko, optimistis harga jagung pakan tak lama lagi akan segera turun.

Kesimpulan ini ia dapatkan setelah melihat langsung banyak ladang jagung yang belum di panen saat mengunjungi Kediri beberapa hari lalu.

"Saat saya menyusuri Surabaya sampai Blitar, banyak kebun jagung tetapi belum panen," ujar Moeldoko dalam keterangan tertulis, Sabtu (20/10/2018).

Moeldoko menambahkan, setidaknya butuh beberapa waktu, begitu memasuki masa panen raya, harga jagung dipastikan kembali normal. 

"Kalau kami lihat di lapangan, semuanya masih perlu kira-kira seminggu atau 2 minggu lagi (untuk panen). Saya yakin ketika nanti sudah panen, harganya akan secara otomatis turun," kata dia. 

Harga jagung saat ini melambung hingga menembus Rp 5.000 per kg, melampaui harga normal di kisaran Rp 3.000 - Rp 4.000 per kg. Permendag No.58/2018 tentang harga acuan menyebutkan, harga acuan jagung di tingkat konsumen adalah Rp 4.000 per kg. 

Tingginya harga jagung membuat peternak ayam layer (petelur) mandiri merugi. Di beberapa sentra peternak meminta pemerintah turun tangan mengatasi tingginya harga jagung. 

Di Blitar, Jawa Timur, Pemerintah Kabupaten dan Direktorat Jenderal (Ditjen) Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian (Kementan), mengambil langkah taktis membantu mencarikan jagung pakan. 

Dirjen PKH I Ketut Diarmita juga mengimbau para perusahaan pabrik pakan ternak (feedmill) membantu para peternak mandiri mendapatkan jagung dengan harga terjangkau, yaitu Rp. 4.500-4.600 per kg dari harga pasar saat ini sebesar Rp. 5.000-5.200. 

"Sehingga ada subsidi Rp 500 - 600 per kg. Subsidi ini bisa disisihkan dari dana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan pabrik feedmill," ucap I Ketut. 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya