Kombinasi Faktor Global dan Domestik Angkat Rupiah ke 14.555 per Dolar AS

Dari pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.555 per dolar AS hingga 14.669 per dolar AS.

oleh Arthur Gideon diperbarui 08 Nov 2018, 13:17 WIB
Diterbitkan 08 Nov 2018, 13:17 WIB
Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Sudah Masuk Level Undervalued
Teller menukarkan mata uang dolar ke rupiah di Jakarta, Jumat (2/2). Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, posisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang berada di level Rp13.700 hingga Rp13.800.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan Kamis pekan ini. Nilai tukar rupiah tercatat telah mengalami penguatan sekitar 580 poin dalam beberapa hari terakhir ini. 

Mengutip Bloomberg, Kamis (8/11/2018), rupiah dibuka pada angka 14.613 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.590 per dolar AS. Menjelang siang, rupiah kembali menguat hingga ke angka 14.555 per dolar AS.

Dari pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.555 per dolar AS hingga 14.669 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 8 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.651 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.764 per dolar AS.

Rupiah memang sempat melemah pada perdagangan pagi. Hal tersebut karena penguatan sebelumnya sudah cukup besar.

"Penguatan rupiah sedikit tertahan karena penguatan tajam dalam beberapa hari terakhir," kata Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih seperti dikutip dari Antara.

Ia menambahkan nilai tukar rupiah tercatat telah mengalami penguatan sekitar 580 poin dalam beberapa hari terakhir ini. Penguatan rupiah yang cukup tajam itu merupakan kombinasi antara faktor global dan domestik.

Ia mengemukakan diantara faktor global yang memberikan sentimen positif bagi mata uang rupiah diantaranya kemenangan partai Demokrat pada "midterm election" di DPR AS, dan potensi kesepakatan perdagangan antara AS-China di akhir November ini.

Sedangkan faktor domestik, lanjut dia, salah satunya didukung oleh penerapan instrumen DNDF (Domestic Non Delivery Forward), dan penilaian posisi kurs rupiah yang tidak wajar (overshooting) ketika menembus 15.000 per dolar AS.

Kendati demikian, ia mengatakan, penguatan rupiah perlu pengujian lebih lanjut ketika nanti Bank Sentral AS (the Fed) menaikkan suku bunganya satu kali lagi pada pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) Desember.

"Biasanya pertemuan FOMC itu diikuti dengan penguatan dolar AS," katanya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Cadangan Devisa Naik Jadi USD 115,2 Miliar Imbas Rupiah Menguat

Nilai tukar Rupiah
Petugas menunjukkan pecahan uang dolar Amerika di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Rabu (5/9). Nilai tukar Rupiah di pasar spot menguat tipis 0,06 persen ke Rp 14.926 per dollar Amerika. (Merdeka.com/Imam Buhori)

Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa Indonesia sebesar USD 115,2 miliar pada akhir Oktober 2018. Angka ini meningkat apabila dibandingkan dengan akhir September 2018 yang mencapai USD 114,8 miliar.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, peningkatan cadangan devisa ini karena penguatan rupiah dalam beberapa waktu terakhir. Bank Indonesia tidak melakukan intervensi untuk stabilisasi mata uang Garuda. 

"Memang pada waktu seminggu ini, ya hari ini saya belum tahu. Ya tapi kan menguatnya agak banyak. Seminggu ini BI enggak intervensi, malah ada dana yang masuk sudah," ujar Menko Darmin di Kantornya, Rabu (7/11/2018) malam.

Lebih lanjut, Darmin menjelaskan, penguatan nilai tukar rupiah salah satunya disebabkan Kemenangan Partai Demokrat dalam pemilu sela di Amerika Serikat (AS). Kemenangan ini memunculkan anggapan kebijakan proteksionisme Donald Trump akan melunak.

"Kenapa hari ini begitu jauh menguatnya? Karena di AS ya house of representatif-nya dimenangkan oleh Demokrat. Orang mulai hitung, Nah ini kebijakan galaknya Trump boleh jadi akan direm. Ini semua spekulasi. Ya, jadi arahnya pada saatnya akan balik ke fundamentalnya," jelas dia.

Meski demikian, Mantan Direktur Jenderal Pajak tersebut belum dapat memastikan penguatan nilai tukar rupiah akan terjadi untuk jangka panjang. "Saya belum mau jawab. Itu tergantung kejadian dunia ini apa saja yang terjadi," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya