Aturan Devisa Hasil Ekspor Tinggal Tunggu Tandatangan Jokowi

Peraturan Pemerintah tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) merupakan bagian dari paket Kebijakan Ekonomi XVI.

oleh Merdeka.com diperbarui 29 Nov 2018, 20:15 WIB
Diterbitkan 29 Nov 2018, 20:15 WIB
Pertumbuhan Ekspor Kuartal III 2018 Menurun
Sebuah Perahu nelayan melintas di dekat kapal yang mengangkut peti kemas di Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (6/11). (Merdeka.com/ Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono mengatakan, pemerintah bakal segera menerbitkan aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dalam waktu dekat.

"Substansi sudah jalan semuanya, kemudian kami sudah ajukan akhir minggu yang lalu, tanggal 23 (November)," kata dia, dalam Konferensi Pers, di Kantornya, Jakarta, Kamis (29/11/2018).

Aturan yang akan berbentuk Peraturan Pemerintah (PP) tersebut, kata dia sudah ada di meja Sekretaris Negara dan tinggal menunggu persetujuan Presiden Joko Widodo.

"Pak Menko sudah mengajukan ke Bapak Presiden untuk segera diproses, diselesaikan. Sudah ada di Setneg. Sudah dilakukan harmonisasi sehingga untuk DHE, kita tinggal menunggu persetujuan, penetapannya dalam bentuk PP, Peraturan Pemerintah," jelasnya.

Untuk diketahui, PP tentang DHE merupakan bagian dari paket Kebijakan Ekonomi XVI. Selain itu terdapat pula Perpres tentang Daftar Negatif Investasi (DNI) dan Aturan mengenai tax holiday. Sejauh ini baru PMK 150/2018 tentang tax holiday yang baru diteken.

Dia memastikan, Pemerintah terus berupaya agar PP tentang DHE dan Perpres tentang DNI juga akan keluar dalam waktu dekat.

"Mudah-mudahan kalau ini bisa kejar dalam minggu-minggu ini, atau paling tidak awal minggu depan sehingga Paket Kebijakan Ekonomi XVI secara lengkap sudah ada dasar hukumnya. Mulai PP untuk DHE, Perpres untuk DNI, dan Permenkeu untuk tax holiday," tandasnya

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

BI: Devisa Hasil Ekspor dari Sumber Daya Alam Cukup Besar

Kinerja Ekspor dan Impor RI
Tumpukan peti barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Ekspor dan impor masing-masing anjlok 18,82 persen dan ‎27,26 persen pada momen puasa dan Lebaran pada bulan keenam ini dibanding Mei 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) akan menerbitkan aturan baru mengenai kewajiban membawa devisa hasil ekspor (DHE) ke dalam negeri pada 1 Januari 2019. Aturan tersebut salah satunya merupakan implementasi dari penyempurnaan Paket Kebijakan Ekonomi XVI.

Adapun kewajibkan devisa yang harus disimpan dalam negeri adalah devisa hasil ekspor Sumber Daya Alam (SDA). Sebab, sektor tersebut dinilai paling sedikit menggunakan barang impor sehingga devisanya bisa utuh lebih lama disimpan di dalam negeri.

"Dampak secara ammount-nya juga cukup substansial karena SDA merupakan salah satu komoditas utama ekspor kita, jadi DHE melalui SDA cukup besar," kata Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo, dalam acara Pelatihan Wartawan Ekonomi Nasional, di Solo, Jawa Tengah, seperti ditulis Minggu (18/11/2018).

Dody mengatakan, paket kebijakan ini akan memberikan dari sisi kembali yang baik kepada eksportir. Terpenting, kata dia adalah sistem devisanya masih menggunakan sistem devisa bebas.  

"Tentunya dengan adanya paket DHE, prinsipnya adalah tidak mengganggu atau menganulir prinsip sistem devisa bebas tetap kita pertahankan dan jaga," ujar dia.

Di sisi lain, aturan ini juga sebagai upaya pemerintah dalam menstabilisasikan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. "Dan kita juga sekarang ini dalam arti kata perlu membantu kestabilan nilai tukar. Jadi cara ini adalah bagian daripada tentunya kestabilan nilai tukar terjaga," kata dia.

Adapun besaran insentif yang diberikan kepada eksportir jika mengkonversikan devisa hasil ekspor valas ke rupiah jika disimpan 1 bulan akan mendapat pajak sebesar 7,5 persen, 3 bulan mendapat pajak 5 persen, 6 bulan tidak dikenakan pajak.

Namun, jika disimpan dalam bentuk valas 1 bulan dikenakan pajak 10 persen, 3 bulan sebesar 7,5 persen, 6 bulan sebesar 2,5 persen dan lebih dari 6 bulan tidak dikenakan pajak.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya