Pendiri Medco Kembali Masuk Jajaran 50 Orang Terkaya di Indonesia

Forbes kembali merilis daftar orang terkaya Indonesia pada 2018.

oleh Agustina Melani diperbarui 13 Des 2018, 12:19 WIB
Diterbitkan 13 Des 2018, 12:19 WIB
20170308- Said Aqil Siradj dan Arifin Panigoro Diskusi TBC-Jakarta- Faizal Fanani
Ketua Forum Stop TB Partnership Indonesia Arifin Panigoro memberikan penjelasan dalam diskusi Dukung Upaya Penanggulangan Tuberculosis (TBC) di Indonesia di Gedung PBNU, Jakarta, Rabu (8/3). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Forbes kembali merilis daftar orang terkaya Indonesia pada 2018.  Aset bersih 50 orang terkaya Indonesia versi Forbes mencatat rekor baru dengan total nilai USD 129 miliar atau naik USD 3 miliar pada 2018.

Hal itu ditopang dari pertumbuhan ekonomi dan pasar modal sepanjang tahun 2018 yang tumbuh sebesar 4,4 persen. Dari daftar orang terkaya Indonesia tersebut, Forbes mencatat ada enam orang terkaya Indonesia yang kekayaannya meningkat. Demikian mengutip keterangan tertulis Forbes, Kamis (13/12/2018).

Di sisi lain ada juga yang kekayaannya merosot lantaran depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan harga saham.

Selain itu, Forbes juga menyebutkan ada lima orang kaya Indonesia yang terdepak dari 50 orang terkaya Indonesia versi Forbes.

Meski demikian, ada juga pendatang baru yang masuk daftar orang terkaya Indonesia. Kemudian ada juga yang kembali masuk daftar orang terkaya di Indonesia.

Salah satunya Arifin Panigoro, pendiri PT Medco Energi Internasional Tbk. Total kekayaannya mencapai USD 655 juta dan berasal dari bisnis minyak dan gas (migas). Pria berusia 73 tahun ini berada di posisi 46 untuk daftar orang terkaya Indonesia pada 2018. Sebelumnya ia terdepak dari deretan orang terkaya Indonesia pada 2017.

Selain menjalani bisnis migas, Arifin juga menjalankan bisnis kelistrikan, perkebunan, pertanian hingga perhotelan.

Adapun daftar 50 orang terkaya Indonesia versi Forbes ini disusun berdasarkan informasi kepemilikan saham dan keuangan yang didapatkan dari keluarga dan individu, bursa efek, laporan tahunan dan analis.

Selain itu, nilai aset yang dicantumkan mencakup kekayaan individu dan keluarga, termasuk kekayaan bersama antara pendiri perusahaan dan kerabat keluarga terdekat. Nilai aset dari perusahaan swasta dinilai berdasarkan nilai perusahaan serupa yang tercatat di bursa.

 

Perjalanan Bisnis Medco

Medco
(foto: Antara)

Mengutip laman Medco, grup medco yang dibangun Arifin Panigoro bermula dari pendirian PT Medco Energi Internasional Tbk pada 1980. Kemudian mengakuisisi Tesoro di Kalimantan Timur pada 1992. Perseroan pun melepas saham perdana ke publik pada 1994.

Medco pun menemukan lapangan minyak terbesar di Kaji dan Semoga, Blok Rimau Sumatera Selatan pada 1996. Sebelumnya perseroan akuisisi Stanvac Indonesia pada 1995.

Kemudian perseroan menambahkan portofolionya dengan menambah Blok Simenggaris, Western Madura dan Senoro-Toili pada 2000. Dua tahun kemudian, perseroan akuisisi 25 persen Blok Tuban.

Pada 2003, perseroan teken perjanjian pemasokan gas dengan PLN.

Tak hanya kembangkan bisnis di dalam negeri, Medco juga mengembangkan usaha di luar negeri. Salah satunya dengan memperoleh kontrak EPSA IV untuk area 47, Libya pada 2005. Perseroan pun menemukan cadangan sebesar 352 MMBOE di Area 47, Libya.

Tak hanya itu, tonggak penting lainnya perseroan mengamankan pendanaan proyek Senoro sebesar USD 260 juta pada 2013. Selain itu, pertukaran aset dengan Salamander untuk aset Bangkanai dengan Simenggaris dan Bengara.

Kemudian pada 2016, PT Medco Energi Internasional Tbk pun merampungkan transaksi akuisisi saham PT Newmont Nusa Tenggara senilai USD 2,6 miliar pada November 2016. PT Newmont Nusa Tenggara operasikan tambang tembaga dan emas Batu Hijau di Kepulauan Sumbawa, Indonesia.

Arifin pernah menuturkan, salah satu alasannya ingin akuisisi Newmont sebagai upaya pengembangan perusahaan.

Selama ini Medco bergerak di bidang eksplorasi dan produksi migas. Medco juga punya industri hilir yang produksi elpiji, distribusi bahan bakar diesel dan pembangkit tenaga listrik.

"Diversifikasi. Saya kira baik diversifikasi, karena minyak itu baru oke 2-3 tahun lagi. Lama. Kalau kita hanya rely on minyak saja berat menahannya. Kalau 2015 ini US$ 160 juta kita jeblok. Dua tahun lagi begitu ya bubar perusahaan," ujar dia pada 6 April 2016.

Oleh sebab itu, menurut dia, sangat penting bagi perusahaan untuk menambah lini bisnis. Bahkan untuk merealisasikan hal ini, Arifin mengaku tidak segan membangun pabrik pemurnian (smelter) seperti yang telah diatur pemerintah.

"Emas relatif stabil. Kalaupun turun tapi enggak sejeblok komoditi kayak batu bara. (Smelter) Itu harus. Itu kita sudah janji," tandas dia.

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya