Liputan6.com, Jakarta - Keputusan untuk meleburkan kepemimpinan Badan Pengelola Batam (BP Batam) dengan Pemerintah Kota Batam dan menjadikan Walikota Batam sebagai ex officio BP Batam mendapat tanggapan dari beberapa pihak.
Peleburan ini disebut sebagai langkah untuk menghilangkan dualisme yang selama ini ada di Batam. Namun, keputusan tersebut dinilai lebih banyak bermuatan politik.
Politisi Partai PDIP, Anton menyebutkan, ada beberapa persoalan yang harus ditarik mengenai Batam saat ini. Terlebih keputusan tersebut dinilai diambil dengan kesan yang buru-buru.
Advertisement
"Pertama, ada enggak permainan politik dibalik itu? karena ada kecurigaan kenapa ini harus cepat-cepat diputuskan? ini persoalan besar dan anggaran yang besar," kata dia dalam sebuah acara diskusi di kawasan Gondangdia, Jakarta Pusat, Sabtu (22/12/2018).
Baca Juga
Peleburan BP Batam tersebut jika tidak disertai runtutan penyelesaian aturan birokrasi yang jelas, maka akan menghancurkan sebuah visi besar yaitu menjadikan Batam sebagai pusat investasi dan industri seperti Singapura.
Menurut Anton, bukan tidak mungkin keputusan tersebut bisa menjadi bumerang bagi Jokowi di tahun politik ini.
"Kalau ini nanti digoreng pihak lawan, berpotensi blunder ya. Kita khawatir, jangan sampai jadi satu skandal yang besar dan ini harus dibuka harus dipahami dan diputuskan itu kalau bisa setelah pilpres," ujarnya.
Ketua Kadin Batam, Jadi Rajagukguk mengatakan, pengusaha membutuhkan kepastian hukum. Dengan adanya peleburan tersebut maka otomatis akan mengubah kebijakan-kebijakan.
"Tentunya pasti mengubah kebijakan-kebijakan, kita kan pengusaha ingin kepastian hukum dalam berusaha. Jauh sebelumnya kami sudah meminta kepada Pak Menko supaya ini dibahas lagi setelah pilpres. Kami menduga lebih banyak muatan politik dari pada menyelesaikan masalah yang ada," ujarnya.
Dia juga mengungkapkan, dualisme di Batam sebetulnya bukan masalah yang besar. Bisa diselesaikan tanpa harus ada peleburan.
Reporter : Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tergesa-Gesa
Sebelumnya, Komisioner Ombudsman RI, Laode Ida meminta Presiden tidak mengeluarkan kebijakan strategis secara tergesa-gesa. "Sebaiknya tidak membuat kebijakan-kebijakan strategis yang bersifat tergesa-gesa terkait persoalan dualisme yang disebutkan dalam tubuh BP Batam," jelas dia pada Rabu 19 Desember 2018.
Dia menuturkan, sepanjang penelitian Ombudsman RI di tahun 2016 tidak ditemukan faktor dualisme yang menyebabkan penanganan serta performa BP Batam menjadi tidak lebih baik saat itu.
Otorita Batam digagas di era kepresidenan Soeharto, di mana BJ Habibie sebagai inisiatornya, dibentuk berdasarkan PP No.74 Tahun 1971 serta Keppres No.41 Tahun 1973. Sebagai kawasan investasi dan daerah industri terkemuka di Asia Pasifik.
Sementara di era kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, BP Batam dengan Dewan Kawasan tidak ada isu untuk meleburkan Kepala Badan Pengelola Batam dengan Walikota Batam.
BP Batam di era tersebut diperkuat dengan UU No.53 Tahun 1999 juncto PP No.46 Tahun 2007 juncto UU No.44 Tahun 2007 juncto UU 87 Tahun 2011.
Sedangkan di era kepresidenan Joko Widodo, BP Batam mengalami perombakan kepemimpinan. Hingga akhirnya pada Desember 2018, pemerintah berkeinginan melebur BP Batam yang dikoordinasikan dengan Walikota Batam.
BP Batam, dia menambahkan, sebagai lembaga yang berwatak Parastatal memiliki posisi yang setara dengan Kementerian Kelembagaan di mana sumber keuangan dari APBN dengan jalur pengawasan politik oleh Komisi VI DPR RI.
"Jadi dapat saja BP Batam dikoordinasikan dengan Walikota Batam namun butuh catatan khusus yang ketat serta watak yang benar benar dapat dipertanggungjawabkan karena Walikota di bawah langsung oleh Presiden," tutur dia.
Dia menilai adanya dualisme di mana Pemerintah Kota merasa tersubordinasi oleh BP Batam, belum pernah teruji dan dikaji secara mendalam.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian meluruskan terkait Badan Pengusahaan (BP) Batam atau BP Batam.
Rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kantor Presiden, Rabu 12 Desember 2018 telah mengambil keputusan penting yang merupakan solusi atas dualisme kepemimpinan yang selama ini terjadi di Batam.
Â
Advertisement