Liputan6.com, Jakarta - Direktur Penerimaan Minerba Kementerian ESDM, Johnson Pakpahan memberikan klarifikasi mengenai ada perbedaan data neraca batu bara antara data Pemerintah dengan data penelitian yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Indonesan Corruption Watch (ICW).
Johnson Pakpahan menyatakan, perbedaan transaksi disebabkan ekspor Indonesia dicatat atas laporan perusahaan, sedangkan penjualan ke trader dicatat sebagai penjualan domestik.
"Jadi sekalian klarifikasi, ekspor kita dicatat dengan FOB atas laporan perusahaan di negara tujuan dicatat berdasaran CIF (Cost, Freight, Insurance) sebagai penjualan domestik," ungkapnya dalam forum diskusi bertajuk "Lubang-Lubang Bisnis Batu Bara di Penerimaan Negara" di Jakarta, Kamis (28/2/2019).
Advertisement
Baca Juga
Johnson mengatakan, meskipun terlihat tidak sama tapi jika ditinjau dari sudut pandang dan cara menghitung yang lain, hasilnya tidak jauh berbeda.
Di samping itu, Johnson juga mengamini keberadaan peluang-peluang bagi mafia bisnis batu bara memang melimpah di segala titik. Ada yang memanfaatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP), ada yang lahannya dimiliki beberapa usaha dan sebagainya.
Untuk meminimalisir kecurangan tersebut, pemerintah telah menetapkan beberapa strategi, seperti mengefektifkan ePNBP dan Minerba Online Monitoring System (MOMS).
Perhapi Dorong Penertiban Tambang Ilegal
Sebelumnya, Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) fokus penertiban tambang mineral dan batu bara (minerba) ilegal atau tambang ilegal. Hal ini untuk meningkatkan pengelolaan pertambangan yang lebih baik.
Penertiban tambang minerba ilegal menjadi sikap pengurus baru Perhapi, yang diangkat dalam kongres ke X. Ketua Umum Perhapi, Rizal Kasali mengatakan, sektor pertambangan minerba membawa dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional maupun daerah.
Ini sebab menciptakan lapangan kerja dan menjadi penyumbang pendapatan negara. Namun, di sisi lain ada keresahan akibat kegiatan pertambangan ilegal. Lantaran menciptakan dampak negatif seluruh aspek.
"Tambang itu ada dua, pertama tambang legal yang memiliki izin dari pemerintah, sesuai Undang-Undang Minerba. Ada pertambangan ilegal, ini memang tidak ada izin, tidak melakukan pertambangan dengan baik," kata Rizal, di Jakarta, Kamis 20 Desember 2018.
Menurut Rizal, keberadaan tambang ilegal membawa dampak negatif, di antaranya merusak lingkungan, membahayakan keselamatan karena tidak memenuhi kaidah keselamatan dan kehilangan potensi pendapatan negara.
"Negara harus dapat manfaat pengelolaan sumber daya alam tersebut, ini akan mengacaukan neraca sumber daya nasional karena tidak ada laporan," tutur dia.
Atas banyaknya dampak negatif yang dihasilkan dari pertambangan ilegal, Perhapi pun mendukung pemerintah dan aparat penegak hukum menindak dengan tegas. "Ini harus ditertibkan dan ditindak. Kami mendukung untuk menindak pertambangan ilegal tersebut," tutur dia.
Sementara itu,Wakil Ketua Perhapi Sudirman Widhy Hartono mengungkapkan, kegiatan pertambangan minerba ilegal mencoreng industri pertambangan. Ini karena menimbulkan kesan tambang adalah bisnis yang merusak lingkungan. Padahal ada kegiatan pertambangan legal yang memperhatikan kelestarian lingkungan, dengan menerapkan perbaikan lingkungan.
"Usaha pertambangan tanpa izin tidak memperhatikan keberlangsungan lingkungan, saya lihat mereka meninggalkan lahan tambang tanpa melakukan reklamasi," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement