Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perdagangan (Kemendag) berupaya untuk terus melakukan penetrasi pasar baru, seirinng anjloknya ekspor nasional imbas dari kondisi perekonomian global.
Caranya antara lain dengan menggencarkan perjanjian perdagangan baru dengan negara-negara lain setelah tahun-tahun sebelumnya tampak vakum. Langkah ini dinilai sebagai hal positif yang diharap bisa mendongkrak neraca perdagangan ke depan.
Baca Juga
“Sudah tepat yang sedang diinisiasi sekarang,” ujar Ekonom Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus, seperti dikutip Rabu (26/6/2019).
Advertisement
Heri menilai upaya mencari pasar baru gencar dilakukan Kementerian Perdagangan dalam 2 tahun terakhir. “Baru kali ini mau gencar lagi. Ini di satu sisi positif. Tapi, harus diantisipasi juga timbal baliknya,” imbuh dia.
Namun dia mengingatkan ada hal yang harus tetap diantisipasi terutama dalam menghadapi dampak derasnya impor seiring keberadaan perjanjian dagang. Salah satunya melalui penguatan manufaktur, yang diperlukan agar produk lokal tetap bisa bersaing dengan produk negara lain.
Pemilihan penetrasi pasar ke negara berkembang, misalnya di kawasan Amerika Latin dan Afrika, pun diapresiasi karena dianggap bisa meminimalkan risiko lesunya perdagangan dari mitra dagang besar Indonesia yang sedang terlibat perang dagang.
Ekonom Universitas Indonesia (UI), Lana Soelastianingsih, mengakui upaya serius pemerintah terlihat dalam melakukan perluasan pasar. Walaupun masih dirasa minim pengaruhnya terhadap peningkatan ekspor. Namun, upaya pemerintah membuka akses pasar baru tetap patut diapresiasi.
“Ya itu patut diapresiasi. Harus kita hargai dong. Nggak boleh kita abaikan, karena yang namanya market diversification is a must, suatu keharusan. Diversifikasi produk pun is a must, suatu keharusan,” ujardia
Lana sendiri menilai, perluasan pasar dapat menyelamatkan Indonesia dari pelemahan ekonomi dunia, terutama yang disebabkan perang dagang seperti yang terjadi sekarang. Di mana, perang dagang antara Amerika dan Cina membuat ekspor Indonesia menurun.
“Sering terjadi kalau ada salah satu komoditas andalan Indonesia harganya naik misal kopi, siapa nih yang suka minum kopi, Uni Eropa. Kita ekspornya ke uni Eropa aja. Nggak cari alternatif pasar lain karena keenakan,” tegas dia.
Kondisi Ekspor Impor
Kedua pengamat ini mengakui jika dalam jangka pendek ekspor nasional masih dipengaruhi permintaan global, yaitu pasar-pasar tradisional Indonesia. Efek perjanjian dagang baru bisa terasa dalam kisaran setidaknya setahun.
Sosialisasi yang gencar diperlukan supaya para pengusaha mampu memanfaatkan perjanjian dagang yang ada.
Adapun pada Mei, ekspor Indonesia tercatat sebear USD 14,74 miliar. Nilai tersebut naik 12,42 persen dibandingkan April 2019. Namun dibandingkan Mei tahun lalu, nilainya masih minus -8.99 persen.
Di sisi lain, nilai impor menurun 17,71 persen secara tahunan. Besarannya pada Mei 2019 berada di angka USD 14,53 miliar. Dengan kondisi tersebut, neraca dagang Indonesia tercatat surplus USD 0,21 miliar.
Advertisement
RI Tingkatkan Kerja Sama Dagang dengan Argentina
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Pemerintah Argentina melakukan penandatanganan Joint Statement on the Establishing of Working Group on Trade and Investment (WGTI). Kesepakatan ini dilakukan untuk meningkatkan hubungan perdagangan antara kedua negara.
"WGTI kita belum punya. Biasanya secara bilateral itu start pertama dulu," ungkap Direktur Perdagangan Bilateral Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Ni Made Ayu Marthini seusai acara di Mandarin Oriental Hotel, Jakarta, Rabu (26/6/2019).
Ni Made menjelaskan, WGTI memiliki tiga tujuan. Pertama, yakni sebagai forum barter informasi kedua negara yang secara lokasi berjauhan.
BACA JUGA
"Dua negara ini kan jauh, satu di Amerika Selatan satu di Asia. Jauh, enggak kenal, selalu ada barrier di pengusaha, padahal enggak. Di sini lah terjadi tukar menukar info, apa sih hambatannya," ujar dia.
Kedua, yakni untuk mendorong perdagangan dan investasi, khususnya di private sektor. Lalu ketiga guna membahas isu soal tarif produk dagang yang ditawarkan Indonesia dan Argentina.
"Kita itu dagang tidak hanya barang ,tapi juga jasa. Seperti tenaga kerja kita di sana, tourism, transportasi, itu yang didorong. Kita juga dorong perusahaan dalam negeri invest di sana, biar kita enggak cuman jago kandang," tuturnya.
Kendati begitu, Ni Made menyoroti posisi Argentina yang menjadi bagian dari Mercosur, sebuah organisasi yang bertugas mengkoordinasikan kegiatan ekonomi dari negara-negara Amerika Latin.
"Mereka enggak bisa bilateral, harus Mercosur. Kita tanya Mercosur, mereka bilang mau bahas dulu karena tidak bisa ujug-ujug. Harus ada studi, asesmen. Mereka juga sibuk berunding dengan banyak negara," sebut dia.