Pinjaman Online, Bisnis Menjanjikan Namun Penuh Tantangan

Satuan Tugas Waspada Investasi OJK telah menutup 1.773 fintech peer to peer lending atau pinjaman online ilegal.

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Okt 2019, 15:41 WIB
Diterbitkan 29 Okt 2019, 15:41 WIB
Fintech
Ilustrasi fintech. Dok: sbs.ox.ac.uk

Liputan6.com, Jakarta - Teknologi digital yang makin berkembang juga berdampak pada bidang keuangan, salah satunya adalah dalam hal peminjaman uang. Jika sebelumnya, meminjam uang meski dalam jumlah kecil harus melalui berbagai prosedur yang ribet dan memerlukan waktu yang lama, teknologi digital membuat terobosan di mana nasabah kecil bisa meminjam dalam waktu cepat tanpa pakai ribet.

Nasabah bisa langsung meminjam melalui telepon genggam miliknya pada sejumlah perusahaan pinjaman online. Kemudahan tersebut membuat bisnis pinjaman online (fintech) berkembang pesat.

Salah satu pelaku usaha pinjaman online, Arief Ghani selaku Senior Manager of Business Development Modalku, mengatakan bisnis pinjaman online sangat menjanjikan dengan pasar yang besar.

Menurutnya, saat ini ada 63 juta pengusaha kecil atau UKM yang membutuhkan modal. Sebanyak 74 persen tidak mempunyai akses pada permodalan.

"Ini yang menjadi pasar atau captive market bagi Modalku,” kata dia dalam sebuah acara diskusi bertajuk Perlindungan Konsumen Fintech, di Kawasan Cawang, Jakarta, Selasa (29/10)

Dia menjelaskan, ada kesenjangan dalam permodalan di mana bank meminta persyaratan aset sebagai jaminan bagi usaha kecil yang akan meminjam, sementara mereka tidak mempunyai modal.

"Padahal, UKM sangat membutuhkan modal dalam waktu cepat, sedangkan bank membutuhkan waktu 1-3 bulan untuk menyetujui atau tidak menyetujui kredit. Peer to Peer Lending menjadi solusi bagi mereka yang membutuhkan modal cepat dan tidak mempunyai aset," tutupnya.

Namun, bisnis ini pun dikatakannya memiliki tantangan. Setidaknya ada tiga tantangan pada bisnis ini yaitu risiko kredit, operating expenditure (Opex), dan sosialisasi. 

Masalah lainnya adalah maraknya perusahaan ilegal yang kemudian menimbulkan banyak problema di masyarakat.

Satuan Tugas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menutup 1.773 fintech peer to peer lending atau pinjaman online ilegal. Penutupan dilakukan sejak tahun 2018 hingga Oktober 2019.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu Achmud

Sumber: Merdeka.com

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kantongi Izin OJK

Logo OJK. Liputan6.com/Nurmayanti
Logo OJK. Liputan6.com/Nurmayanti

Direktur Kebijakan dan Dukungan Penyidikan OJK, Tongam Lumban Tobing mengungkapkan saat ini terdapat banyak sekali fintech pinjaman online. Namun yang telah mengantongi izin OJK hanya 127 perusahaan.

"Masalah yang sering muncul dari bisnis pinjaman online illegal adalah perusahaan tidak terdaftar, bunga pinjaman tidak jelas, alamat peminjaman tidak jelas dan berganti nama," kata Tongam dalam sebuah acara diskusi bertajuk “perlindungan konsumen fintech”, di Kawasan Cawang, Jakarta, Selasa (29/10).

Dia mengungkapkan, aplikasi fintech ilegal tidak hanya dapat diunduh melalui playstore namun mereka juga menyebarkan link unduhan melalui pesan SMS. Sehingga masyarakat banyak yang dapat mengunduh aplikasi fintech ilegal tersebut karena tergiur oleh iklan yang ditawarkan.

“Masalah lainnya, penyebaran data peminjam dan cara penagihan yang tidak benar juga masih terus dilakukan pelaku fintech ilegal,” ujarnya.

Oleh karena itu OJK bersama seluruh pemangku kepentingan terus melakukan pengetatan pengawasan.

Berdasarkan data OJK, penyaluran pinjaman P2P lending per 31 Agustus 2019 mencapai Rp 54,7 triliun dengan jumlah peminjam 530.385 peminjam di mana 207.507 merupakan entitas serta untuk jumah pemberi pinjaman 12,8 juta di mana 4,4 juta merupakan entitas. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya