Chatib Basri Prediksi Rupiah Stabil di 2020

Rupiah diperkirakan akan stabil di level Rp 14.500 per dolar AS di 2020.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Des 2019, 20:30 WIB
Diterbitkan 10 Des 2019, 20:30 WIB
Rupiah-Melemah-Tipis-Atas-Dolar
Petugas Bank tengah menghitung uang rupiah di Bank BRI Syariah, Jakarta, Selasa (28/2). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah tipis pada perdagangan Selasa pekan ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri Keuangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Muhammad Chatib Basri memprediksi rupiah akan stabil di tahun 2020. Namun di tahun selanjutnya, rupiah akan mengalami gejolak.

Chatib menjelaskan hal itu karena The Fed atau bank sentral Amerika Serikat (AS) yang dipastikan akan kembali mengerek suku bunga acuannya di 2021.

Dia mengungkapkan hal itu itu berdasarkan hasil survei dari anggota rapat Federal Open Market Committee (FOMC) yang menyebut jika tingkat suku bunga The Fed masih akan datar (flat) pada 2019-2020. Namun, pada 2021-2022 hasil survei menunjukkan bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga acuannya di 2021.

"Berarti rupiah akan stabil di 2019-2020 dan bahwa mungkin rupiah akan bergejolak di 2021-2022," kata dia, di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Selasa (10/12).

Hal itu, kata dia, otomatis akan menggoyang kebijakan di emerging market atau negara berkembang termasuk Indonesia. Sebab saat The Fed menurunkan suku bunga acuannya, arus modal akan mengalir ke emerging market. Namun ketika mereka menaikkan suku bunga acuannya maka modal tersebut akan keluar dari emerging market dan beramai-ramai masuk ke AS.

"Jika itu kondisi yang ada maka mungkin kita akan punya gambaran rupiah yang relatif stabil di tahun ini dan tahun depan sekitar Rp14.500 atau dalam rentang dalam asumsi pemerintah," jelasnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

The Fed Pangkas Suku Bunga

The Fed
The Fed (www.n-tv.de)

Seperti diketahui, saat ini The Fed memutuskan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin ke kisaran target 1,5-1,75 persen. Pemangkasan tersebut merupakan yang ketiga kalinya di tahun ini.

Oleh karena itu, Chatib menyatakan saat ini merupakan waktu yang tepat bagi pemerintah untuk menerbitkan surat utang negara (SUN). Sebab para pelaku pasar sedang tertarik membeli surat utang pemerintah dalam kondisi rupiah stabil.

"Jadi, istilahnya let have a party before police come (berpesta sebelum polisi datang), nah polisinya mungkin datang di 2021 karena The Fed mulai naikkan suku bunga," ujarnya.

Kendati demikian dia mengingatkan pemerintah perlu berhati-hati dalam merilis surat utang karena imbal hasil SUN lebih menarik dibandingkan bunga deposito. Hal itu berisika membuat Dana Pihak Ketiga (DPK) bakal mengalir ke surat utang sehingga bank kesulitan menyalurkan kredit lantaran likuiditas menurun. Kondisi ini dikenal sebagai fenomena crowding out.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya