Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan diminta berhati-hati dalam menerapkan ketentuan penggunaan angkutan laut dan asuransi nasional untuk kegiatan ekspor dan impor batu bara dan kelapa sawit agar tidak berdampak negatif terhadap perekonomian nasional.
Pengamat ekonomi Alpha Research Database Indonesia Ferdy Hasiman mengatakan, hal ini terkait rencana Kementerian Perdagangan menerbitkan aturan baru sebagai revisi Permendag No 82 Tahun 2017 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu yang mulai berlaku pada Mei 2020.
Baca Juga
Adapun sektor yang mengalami kewajiban tersebut adalah ekspor batu bara dan minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO), serta impor beras.
Advertisement
"Aturan tersebut akan berdampak pada industri batu bara dan sawit, dan tentunya terhadap ekonomi Indonesia. Apalagi kewajiban penggunaan kapal berbendera Indonesia belum tentu baik bagi industri," kata Ferdy seperti dikutip dari Antaranews.com, Selasa (11/2/2020).
Menurut dia, kebijakan yang akan diterbitkan Kemendag tersebut harus dipikirkan secara matang, apakah kewajiban menggunakan kapal berbendera Indonesia ini masuk akal.
"Persoalannya, jumlah kapal domestik pengangkut batubara yang berbendera Indonesia sangat sedikit, sementara jumlah produsen batu bara dalam negeri sangat banyak," ujarnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Demi Kepastian Pasokan
Ia menambahkan, dalam perdagangan internasional, importir batu bara menuntut kepastian pasokan.
"Jika menggunakan kapal domestik, tapi waktu pengiriman tidak tepat waktu, ini tentu akan membuat buyer ragu dan akan beralih membeli batu bara dari negara lain," kata Ferdy.
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82 Tahun 2017 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu telah diubah beberapa kali.
Terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 80 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82 Tahun 2017 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1009) dan peraturan pelaksanaannya, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Kementerian Perdagangan saat ini masih mengebut aturan baru tentang kebijakan itu.
Dalam draf Permendag yang diperoleh wartawan disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1), eksportir wajib mengekspor batu bara dan/atau CPO dengan menggunakan angkutan laut dan asuransi nasional.
Rencana Kementerian Perdagangan untuk menerapkan kebijakan penggunaan kapal nasional dalam kegiatan ekspor juga sempat menuai protes dari asosiasi pemilik kapal negara asing.
International Chamber of Shipping (ICS), dalam suratnya Februari 2018 menyatakan rencana Kementerian Perdagangan menerapkan kewajiban menggunakan kapal Indonesia tidak sesuai dengan prinsip perdagangan bebas.
ICS menyatakan kebijakan yang mengharuskan perusahaan asing bekerja sama dengan pemilik kapal nasional dalam urusan ekspor impor juga menunjukkan iklim kompetisi yang tidak sehat.
Advertisement
Industri Perkapalan Belum Siap
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan APBI telah menyampaikan secara resmi mengenai permasalahan ini kepada pemerintah melalui Kementerian Perdagangan agar peraturan ini dibatalkan atau ditunda pemberlakuannya.
APBI berpendapat bahwa peraturan tersebut dapat berjalan efektif jika industri perkapalan nasional sudah siap dan tersedia.
“Saat ini, keberadaan kapal nasional masih sangat jauh dari mencukupi untuk memenuhi ekspor batu bara Indonesia, bahkan hingga 10 tahun ke depan,” katanya.
Hendra menambahkan beberapa pembeli telah memastikan akan membeli batu bara dari negara lain seperti Australia dan Rusia.
Hal ini lantaran ketidakpastian mengenai peraturan ini dapat berpotensi mengganggu kelancaran pasokan batu bara mereka, juga menimbulkan tambahan biaya terhadap batu bara yang mereka beli.
"Jika kondisi ini terus berlanjut, maka dikhawatirkan akan terjadi penurunan ekspor batu bara yang dapat berdampak terhadap pendapatan dan penerimaan negara. Sangat disayangkan karena saat ini harga batu bara mulai membaik akibat meningkatnya permintaan dari China," ujar Hendra.