Tak Kantongi Modal Rp 100 Miliar, Perusahaan Pembiayaan Dilarang Beroperasi

Hingga Februari 2020, ada 40 perusahaan pembiayaan yang belum memenuhi ketentuan ini.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Mar 2020, 16:00 WIB
Diterbitkan 11 Mar 2020, 16:00 WIB
Ilustrasi OJK 2
Ilustrasi OJK

Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan jika perusahaan pembiayaan yang tidak memiliki ekuitas atau modal Rp 100 miliar tak boleh beroperasi. Hal ini diatur dalam POJK No.35/2018 tentang penyelenggaraan usaha perusahaan.

"Perusahaan Pembiayaan wajib memiliki ekuitas paling sedikit sebesar Rp 100 miliar paling lambat tanggal 31 Desember 2019 lalu," ujar Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bambang Budiawan, di Kantor OJK, Jakarta, Rabu (11/3/2020).

Menurut catatan OJK, hingga Februari 2020 ada 40 perusahaan pembiayaan yang belum memenuhi ketentuan ini.

Untuk itu, pihaknya mengimbau perusahaan tersebut melakukan rencana pemenuhan paling lama 1 bulan sejak tanggal penetapan terjadinya pelanggaran oleh OJK.

"Perusahaan Pembiayaan yang tidak dapat memenuhi ketentuan permodalan minimum, maka perusahaan diberikan kesempatan untuk menyampaikan 'Rencana Pemenuhan' paling lama 1 bulan sejak tanggal penetapan terjadinya pelanggaran oleh OJK," jelasnya.

Selain itu, berdasarkan Pasal 114 ayat (1) huruf a dan ayat (2) POJK 35/2018 dinyatakan bahwa Perusahaan Pembiayaan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (1) dan/atau Pasal 112 ayat (6) dan ayat (11) dikenakan sanksi administratif secara bertahap berupa peringatan, pembekuan kegiatan usaha dan pencabutan izin usaha.

Setelah satu bulan berlalu, masih ada 18 perusahaan yang tidak menyampaikan rencana pemenuhan. Perusahaan tersebut pun kini sudah mendapat peringatan pertama.

"Sampai dengan berakhirnya jangka waktu penyampaian rencana pemenuhan, masih terdapat 18 Perusahaan yang belum menyampaikan Rencana Pemenuhan sehingga dikenakan sanksi peringatan pertama," tandas Bambang.

Anggun P. Situmorang

Merdeka.com

Virus Corona Tekan Kinerja Perusahaan Pembiayaan

Penjualan Mobil Menurun di 2019
Sejumlah mobil melintas di jalan Sudirman, Jakarta, Senin (10/2/2020). Pada tahun 2019, industri otomotif nasional mengalami penurunan penjualan, terutama kendaraan komersial yang turun 18, 26 persen atau sekitar 94.000 unit. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Penyebaran Virus Corona membuat kinerja ekonomi tertekan. Kini, infeksi virus asal Wuhan, China tersebut diprediksi bakal mempengaruhi kinerja perusahaan pembiayaan. Sempat membaik usai tersungkur tahun lalu, sektor yang paling terpukul adalah pembiayaan otomotif.

Kepala Departemen Pengawasan IKNB OJK, Bambang Budiawan mengatakan, penurunan kinerja pembiayaan juga dipengaruhi oleh mispersepsi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai perjanjian fidusia.

"Ketika ini mulai naik, datang isu corona, datang lagi issue, mispersepsi keputusan MK ini yang lumayan diperkirakan cukup berpengaruh signfikan pada multifinance," ujarnya di Kantor OJK, Jakarta, Rabu (11/3/2020).

Pembiayaan otomotif tahun ini diprediksi melambat karena industrinya yang tengah mengalami penurunan. "Tahun 2020 kelihatannya memang prospeknya bisa dipastikan melambat, faktor utama pertama adalah karena sektor yang dibiayai khususnya otomotif, industrinya turun," jelas dia.

Prospek kinerja perusahaan pembiayaan tahun ini secara keseluruhan juga diperkirakan melambat. Paling tidak pertumbuhan perusahaan pembiayaan akan tidak lebih besar atau sama seperti tahun lalu yang hanya 4 persen.

"Kedua pembiayaan-pembiayaan alat-alat berat, mesin-mesin konstruksi dan seterusnya diperkirakan juga tidak akan naik. Maksimum flat, rata saja begitu (pertumbuhannya)," kata Bambang.

Dari catatan OJK, tahun lalu aset perusahaan pembiayaan tercatat Rp518 triliun dengan utang pembiayaan tumbuh empat persen sekitar Rp425 triliun. Kredit perusahaan pembiayaan masih didominasi oleh pembiayaan multiguna sebesar 61 persen, investasi 30 persen, dan sisanya modal kerja.

"Laba menarik, naik 13 persen cukup tinggi sehingga menjadi Rp18,13 triliun, pertumbuhannya Rp2 triliun. Dan dari sisi kualitas masih terjaga, non performing finance (NPF) 2,4 persen," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber; Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya