Liputan6.com, Jakarta - Bank Dunia merilis laporan bertajuk Public Expenditure Review yang membahas soal tata kelola belanja pemerintah Indonesia. Laporan tersebut mencatat, Indonesia masih mengalami kesenjangan modal manusia dan infrastruktur hampir di seluruh wilayah.
Penyediaan layanan dasar dan infrastruktur seperti fasilitas sanitasi, bendungan hingga sistem irigasi mengalami kesenjangan. Hal itu diperparah dengan akses terhadap layanan yang juga buruk.
Baca Juga
Untuk mengatasi seluruh persoalan infrastruktur itu, Bank Dunia memperkirakan Indonesia butuh dana sekitar USD 1,6 triliun atau Rp 22.800 triliun (asumsi kurs Rp 14.253).
Advertisement
"Bank Dunia memperkirakan, Indonesia butuh USD 1,6 triliun untuk menutup kesenjangan infrastruktur, lebih besar dibandingkan ukuran ekonomi Indonesia secara keseluruhan," tulis Bank Dunia sebagaimana dikutip Liputan6.com, Senin (22/6/2020).
Lebih lanjut, nilai ini konsisten dengan target investasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 sebesar USD 415 miliar dan untuk tahun 2020-2024 sebesar USD 412 miliar dibandingkan dengan PDB Indonesia tahun 2018 sekitar USD 1 triliun.
Bank Dunia juga memperkirakan, nilai ini melebihi kapasitas keuangan publik untuk membiayainya.
"Misalnya, jika pemerintah Indonesia mempertahankan tingkat belanja saat ini untuk perumahan dan tidak melibatkan swasta, maka perlu waktu 26 tahun untuk menutup kekurangan perumahan," tulis laporan trsebut.
Â
Stunting
Tak hanya itu, kesenjangan modal manusia di Indonesia ternyata juga besar. Bank Dunia mengkalkulasi, jika saja Indonesia tidak memiliki tingkat stunting yang tinggi, tingkat hidup orang dewasa rendah dan kesenjangan belajar besar, maka PDB Indonesia bisa jadi berkisar 36 persen lebih tinggi.
Meskipun perkiraan tersebut belum memperhitungkan penduduk yang menua, urbanisasi dan perubahan iklim, angka tersebut potensial jika Indonesia bisa memperbaiki sumber daya manusianya.
Ada beberapa langkah yang disarankan Bank Dunia agar Indonesia bisa meningkatkan efektivitas belanja untuk mengatasi kesenjangan tersebut.
Â
Advertisement
Pajak
Pertama, adanya upaya berkelanjutan dalam meningkatkan penerimaan domestik, khususnya pemungutan penerimaan pajak; dan memobilisasi pembiayaan infrastruktur dari sektor swasta.
Lalu, meningkatkan kualitas belanja publik dengan memperbaiki kecukupan, efisiensi dan efektivitas belanja publik terutama dengan mengalihkan subsidi energi dan pupuk yang dinilai tidak tepat sasaran.
"(Selanjutnya) memungkinkan dilakukannya pinjaman secara hati-hati oleh pemerintah pusat dan daerah," tulis laporan Bank Dunia.