Pemerintah Optimalkan Penerbitan SBN untuk Pembiayaan Utang

Defisit anggaran tahun 2021 akan dibiayai dengan memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang aman, dan dikelola secara hati-hati.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 14 Agu 2020, 19:25 WIB
Diterbitkan 14 Agu 2020, 19:25 WIB
IHSG Berakhir Bertahan di Zona Hijau
Tumpukan uang kertas pecahan rupiah di ruang penyimpanan uang "cash center" BNI, Kamis (6/7). Tren negatif mata uang Garuda berbanding terbalik dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mulai bangkit ke zona hijau. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan mengoptimalkan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) untuk pembiayaan utang. Hal ini disampaikan Menteri Keuangan Sri MUlyani Indrawati dalam Konferensi Pers Nota Keuangan dan RUU APBN 2021, Jumat (14/8/2020).

“Untuk pembiayaan (utang), kita akan terus optimalkan dari sisi penerbitan SBN. Baik domestik maupun global. Kita akan oportunistik dan mencari momen untuk menerbitkan SBN, baik ritel non ritel, syariah, konvensional berdasarkan timing,” kata Sri Muyani.

“SKB akan tetap dipertahankan sebagai standby buyer. Untuk yang private placement itu hanya one off tahun ini saja. Untuk yang SKB 1 masih akan ada BI sebagai stand by buyer,” sambung Sri Mulyani.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo dalam pidato Penyampaian RUU APBN Tahun Anggaran 2021 menyampaikan, Defisit anggaran tahun 2021 akan dibiayai dengan memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang aman, dan dikelola secara hati-hati.

“Pembiayaan utang dilaksanakan secara responsif mendukung kebijakan countercyclical dan akselerasi pemulihan sosial ekonomi. Pengelolaan utang yang hati-hati selalu dijaga Pemerintah secara konsisten,” ujar Jokowi.

Pembiayaan defisit RAPBN tahun 2021 tersebut, Lanjut Jokowi, akan dilakukan melalui kerja sama dengan otoritas moneter. Dengan tetap menjaga prinsip disiplin fiskal dan disiplin kebijakan moneter, serta menjaga integritas, kredibilitas, dan kepercayaan pasar surat berharga pemerintah.

Komitmen pemerintah dalam menjaga keberlanjutan fiskal dilakukan agar tingkat utang tetap dalam batas yang terkendali.

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Saksikan video pilihan berikut ini:

Utang Luar Negeri Indonesia Naik, Sentuh Rp 6.086 Triliun

IHSG Berakhir Bertahan di Zona Hijau
Petugas menata tumpukan uang kertas di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Kamis (6/7). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada sesi I perdagangan hari ini masih tumbang di kisaran level Rp13.380/USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, utang Luar Negeri (ULN) Indonesia meningkat. Posisi ULN Indonesia pada akhir triwulan II 2020 tercatat sebesar USD 408,6 miliar, atau setara dengan Rp 6.086 triliun (kurs rupiah 14.917 per dolar AS).

Utang tersebut terdiri dari ULN sektor publik (Pemerintah dan Bank Sentral) sebesar USD 199,3 miliar dan ULN sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar USD 209,3 miliar.

Dikutip dari laporan Bank Indonesia, Jumat (14/8/2020), utang Indonesia tersebut tumbuh 5 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 0,6 persen (yoy).

Kenaikan disebabkan oleh transaksi penarikan neto ULN, baik ULN Pemerintah maupun swasta. Selain itu, penguatan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS juga berkontribusi pada peningkatan nilai ULN berdenominasi Rupiah.

Utang Pemerintah mencatat peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Posisi ULN Pemerintah pada akhir triwulan II 2020 tercatat sebesar 196,5 miliar dolar AS atau tumbuh 2,1 persen (yoy), setelah pada triwulan sebelumnya mengalami kontraksi 3,6 persen (yoy).

Peningkatan ULN Pemerintah terjadi seiring penerbitan Sukuk Global untuk memenuhi target pembiayaan, termasuk satu seri Green Sukuk yang mendukung pembiayaan perubahan iklim. Selain itu, arus masuk modal asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN) yang masih cukup tinggi mengindikasikan persepsi yang positif terhadap pengelolaan kebijakan makroekonomi dalam memitigasi dampak pandemi COVID-19, menjaga stabilitas dan mendorong pemulihan ekonomi.

Utang Luar Negeri Pemerintah tetap dikelola secara hati-hati dan akuntabel untuk mendukung belanja prioritas yang di antaranya mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (23,5 persen dari total ULN Pemerintah), sektor konstruksi (16,4 persen), sektor jasa pendidikan (16,3 persen), sektor jasa keuangan dan asuransi (12,4 persen), serta sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (11,7 persen).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya