Liputan6.com, Jakarta - Harga emas terus menguat pada penutupan perdagangan Senin (Selasa pagi waktu Jakarta. Pendorong kenaikan harga emas adalah pelemahan dolar AS sepanjang perdagangan.
Investor tengah menunggu data inflasi AS di akhir pekan ini. Data ini akan memberikan gambaran mengenai kejelasan kapan Bank Sentral AS atau the Federal reserve (the Fed) mungkin akan mengurangi langkah-langkah stimulus.
Mengutip CNBC, Selasa (8/6/2021), harga emas di pasar spot naik 0,3 persen menjadi USD 1.895,77 per ons pada 13.42 EDT. Sedangkan harga emas berjangka AS ditutup naik 0,4 persen ke level USD 1.898,80 per ons.
Advertisement
Emas naik lebih dari 1 persen pada perdagangan Jumat setelah laporan pekerjaan bulanan AS yang lebih lemah dari perkiraan. Hal ini menguatkan prediksi para pelaku pasar bahwa the Fed belum akan mengekang atau mengurangi stimulus moneter dalam waktu dekat.
Namun, analis senior RJO Futures Bob Haberkorn menjelaskan, kenaikan harga emas terbatas dipengaruhi oleh komentar Menteri Keuangan AS Janet Yellen.
Yellen mengatakan pada hari Minggu bahwa rencana tambahan belanja USD 4 triliun yang direncanakan oleh Presiden Joe Biden akan baik untuk Amerika Serikat. Hal tersebut akan berkontribusi pada peningkatan inflasi dan menghasilkan suku bunga yang lebih tinggi.
"Hal besar yang ditunggu orang adalah rencana The Fed pada pelonggaran kebijakan moneter dan juga soal suku bunga. Jika The Fed tetap diam selama satu atau dua minggu ke depan, Anda bisa melihat pergerakan harga emas ke USD 1.900," kata Haberkorn.
"Kegagalan untuk menembus di atas USD 1.900 justru dapat mendorongnya ke bawah, tergantung pada sikap Fed," tambahnya.
Indeks dolar turun 0,2 persen, meningkatkan daya tarik emas batangan bagi mereka yang memegang mata uang lainnya.
Inflasi akan tetap menjadi fokus, dengan laporan indeks harga konsumen AS akan dirilis pada hari Kamis, dan pertemuan bank sentral dijadwalkan di Eropa dan Kanada.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Harga Emas Diprediksi Terus Menguat, Bisa Tembus USD 1.920 per Ounce
Sebelumnya, harga emas menghadapi banyak volatilitas pada pekan lalu. Pertama turun lebih dari USD 40, kemudian naik kembali menuju USD 1.900 per ounce.
Dikutip dari Kitco, Senin (7/6/2021), menurut para analis, tren bullish pada emas masih jauh dari selesai.
Harga emas sangat sensitif terhadap taper talk bank sentral Amerika Serikat (AS), dolar AS, dan US treasury yield.
Setiap lonjakan pada tiga hal tersebut mengarah kepada penurunan harga emas, sedangkan jika sebaliknya memicu reli emas.
"Pasar sensitif terhadap taper talk. Kamis, kita melihat pergerakan lebih tinggi pada imbal hasil dan dolar, dan orang-orang panik. Emas dibuang, dibantu oleh faktor-faktor teknis," kata Kepala Strategi Global TD Securities, Bart Melek, kepada Kitco News.
Namun aksi jual dengan cepat berbalik pada Jumat, 4 Juni 2021, karena emas menerima dorongan dari laporan ketenagakerjaan AS yang mengecewakan periode Mei.
Menurut Melek, jika pekerjaan terus buruk, maka the Fed tidak akan melihat inflasi sebagai masalah. "Dan imbal hasil juga tidak akan beraksi, yang artinya bagus untuk emas," lanjutnya.
Melek memproyeksikan perdagangan emas dalam kisaran baru antara USD 1.855 dan USD 1.935. "USD 1.920 adalah batas atas yang bisa kita capai pekan depan (pekan ini)," tuturnya.
Menurut senior broker komoditas RJO Futures, Bob Haberkorn, secara keseluruhan tren bullish emas pada Mei masih utuh atau belum terganggu.
"Tren naik akan berlanjut berdasarkan data ketenagakerjaan ini. Emas akan mencoba kembali ke level tertinggi Agustus. Saya melihat emas diperdagangkan kembali ke USD 1.920 pada awal pekan depan (pekan ini). Satu-satunya hal yang akan mengganggu sisi atas emas adalah petunjuk baru pengetatan moneter," jelas dia.
Advertisement
The Fed
Para investor disebut harus mencermati imbal hasil US Treasury dan berita utama inflasi baru. Hal ini seiring pasar yang bersiap untuk pertemuan kebijakan moneter The Fed pada 16 Juni 2021.
Arah dolar seiring dengan kebijakan The Fed sangat penting untuk pasar emas. Menurut pakar logam mulia Gainesville Coins, Everett Millman, pasar harus memperhatikan kapan bank sentral itu memperbarui pemikirannya tentang inflasi dan suku bunga.
"Meskipun kita memiliki retorika tapering dan melihat tanda-tanda inflasi, saya pikir The Fed menjalankan risiko menjaga kebijakan terlalu longgar dalam waktu terlalu lama. Saya tidak berpikir mereka akan memperketat kebijakan dan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat," kata Millman.
Dalam jangka pendek, Millman netral terhadap emas. Ia memperkirakan emas kemungkinan akan diperdagangkan antara USD 1.870 dan USD 1.890 pada pekan depan.
Sementara dalam jangka panjang, ia tetap meyakini targetnya yaitu di level USD 2.100 per ounce.
"Saya pikir kita bisa kembali ke sana. Ada ruang untuk bergerak tinggi, khususnya setelah emas mundur dari rekor tertinggi Agustus," jelasnya.Â