Liputan6.com, Jakarta Utang luar negeri Indonesia meningkat selama pandemi Covid-19. Lonjakan utang ini tidak terlepas dari pelebaran defisit APBN yang dilakukan pemerintah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan sebagian besar negara mengalami kenaikan utang hingga dua digit dari masing-masing PDB.
Baca Juga
Terbesar India dengan pertumbuhan utang mencapai 24 persen, disusul Brazil tumbuh 19,5 persen dan China 18,7 persen. Kemudian disusul Arab Saudi naik 14,4 persen, Filipina naik 13,4 persen, Thailand naik 11,6 persen, dan Indonesia naik 10,8 persen. Hanya Mexzico, Vietnam dan Rusia yang kenaikan utangnya dibawah 10 persen, yakni masing-masing 8,7 persen, 8,6 persen dan 4,6 persen
Advertisement
"Dalam 2 tahun ini memang Indonesia menambah defisit 10,8 prsen dari GDP, tapi masih ada negara lain yang lebih besar," kata Sri Mulyani dalam Raker Komisi XI DPR RI, Jakarta, Kamis (27/1/2022).
Dari berbagai data tersebut menunjukkan masing-masing negara telah melakukan upaya untuk menahan penambahan utang yang lebih besar. Apalagi mayoritas negara indeks rill PDB tahun 2021 belum kembali ke level pra pandemi atau terhadap tahun 2019.
Sehingga konsolidasi fiskal dirasa akan lebih berat. Sementara Indonesia menjadi salah satu negara yang indeksnya sudah kembali ke level pra pandemi.
"Kita bisa bayangkan, mereka ini akan lebih berat lagi untuk menuju pemulihan, apalagi ekonominya juga belum pulih ke lebel pra Covid-19," kata dia.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Negara Berkembang
Hal ini membuat tingkat utang masing-masing negara emerging market naik dibandingkan sebelum Covid-19. Misalnya Indonesia, tingkat utangnya naik 10,8 persen, Rusia naik 4,1 persen, Arab Saudi naik 6,9 persen, Vietnam naik 4,9 persen, dan Thailand naik 17 persen.
Kemudian Filipina naik 22 persen, Mexzico naik 6,5 persen, Afrika Selatan 12 persen, China 11,8 persen, Malaysia 13,6 persen, Brazil 2,9 persen dan India naik 16,5 persen.
Berbagai data terseut, harus menjadi dasar dalam membuat desain kebijakan. Termasuk memastikan kebijakan yang dibuat bisa bekerja dengan baik dan efektif dalam mengatasi masalah Covid-19 dan aksesnya di perekonomian.
"Ini cara kita melihat apakah desain kebijakan kita dan make sure ini relatif bekrja dengan baik dan efektif," kata dia mengakhiri.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement