Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) menilai aturan Domestic Market Obligation (DMO) hanya perlu 7-10 persen. Ini lebih jauh dari yang ditetapkan pemerintah yang mewajibkan eksportir pasok 20 persen dari total volume ekspor kelapa sawit.
Ketua Umum Apkasindo Gulat Manurung mengatakan guna memenuhi kebutuhan minyak goreng dalam negeri, 7-10 persen pasokan eksportir sudah cukup. Dengan begitu, beban yang diampu tidak terlalu berat.
"Tidak perlu sampai 20 persen DMO, kebutuhan masyarakat ekonomi menengah (Migor Gotong Royong) cukup dikisaran 7-10 persen, sehingga bebannya tidak terlampau berat," katanya kepada Liputan6.com, Minggu (30/1/2022).
Advertisement
Kementerian Perdagangan (Kemendag) menetapkan DMO sebesar 20 persen dari total ekspor bahan baku minyak goreng. Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi juga menegaskan hal ini guna memastikan pasokan ke dalam negeri terpenuhi.
Jumlah kebutuhan minyak goreng tahun ini sebesar 5,7 juta kilo liter yang terdiri dari kebutuhan rumah tanngga dan industri. Rinciannya kebutuhan rumah tangga 3,9 juta kilo liter dan kebutuhan industri 1,8 juta kilo liter.
Gulat melanjutkan, penetapan DMO ini tak menyertakan Kementerian Pertanian. Ia mengaku keputusan ini menimbulkan kebingungan.
"Kami juga mengamati bahwa Kementerian Pertanian sama sekali tidak dilibatkan dalam rancangan dan risiko regulasi DMO dan DPO ini. Indikasi ini jelas dari keterangan yang kami tanyakan beberapa kadisbun Provinsi, bahwa mereka juga kebingungan saat akan rapat penetapan harga TBS hari Senin (31/1) karena belum ada arahan dari Kementan," katanya.
"Memang aneh, yang menentukan atau rapat harga TBS Petani itu di bawah Kementan, tapi tidak dilibatkan secara langsung oleh Kemendag saat mengotak-atik "roh-nya" pasar CPO. Nah sudah tiba kisruh harga TBS Petani saat Ini, malah Kementan terikut jadi sasaran kemarahan Petani sawit seluruh Indonesia," imbuh Gulat.
Baca Juga
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Berbeda Pandangan
Terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakan, besaran DMO yang dipatok ini bisa dinaikkan jumlahnya. Ia mengatakan, hal ini mengacu pada kebutuhan yang disinyalir akan meningkat di momen-momen tertentu.
“Meskipun kebijakan DMO sudah tepat namun porsi kewajiban memasok CPO maupun minyak goreng di dalam negeri sebaiknya dinaikkan menjadi 25-35 persen dalam kondisi tertentu misalnya persiapan menghadapi Ramadhan dan Lebaran dimana permintaan minyak goreng biasanya tinggi,” katanya saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu (29/1/2022).
Ia menyebutkan selain kebijakan DMO, pemerintah yang mengambil langkah Domestic Price Obligation (DPO) ini perlu diapresiasi. Alasannya, ini menjawab kebutuhan regulasi terkait stabilitas harga minyak goreng di tingkat konsumen.
“Dengan kehadiran DMO dan DPO diharapkan stabilitas harga jual CPO ke pabrikan minyak goreng dapat terjaga dalam jangka panjang,” katanya.
Hal senada disampaikan Sekjen Induk Koperasi Pasar Indonesia (Inkoppas) Ngadiran. Ia meminta DMO ditetapkan dikisaran 30-35 persen.
"Saya pikir tak cukup 20 persen, kalau masing-masing eksportir 30-35 persen mungkin mendingan. Tapi ini masih mendingan lah, walau ini belum memadai tentu itu akan dievaluasi. Minimal 20 persen diterapkan mudah-mudahan kalau bisa cover sehingga bisa jaga stabilitas harga minyak goreng," katanya.
Advertisement