Liputan6.com, Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Buruh Indonesia (KSPI) Said Iqbal meminta DPR RI untuk membentuk Panitia Khusus. Hal ini merespons polemik dana Jaminan Hari Tua (JHT) yang banyak ditolak oleh kalangan buruh.
ia menyebut, dalam kurun waktu tiga bulan hingga pemberlakukan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 pada Mei 2022 mendatang, akan muncul banyak spekulasi. Pansus DPR diharap mampu menjadi salah satu pengawas dalam mencari solusi dari polemik yang terjadi.
“DPR seharusnya membuat pansus, pansus antara komisi VI keuangan dan komisi IX karena kalau komisi IX saja gak bisa meriksa temuan-temuan BPK (Badan Pengawas Keuangan). Komisi VI aja keterkaitan dengan keanggotaan kepesertaan gabung jadi pansus,” katanya dalam konferensi pers, ditulis Rabu (16/2/2022).
Advertisement
Temuan BPK yang dimaksud Iqbal adalah adanya potensi dana yang hilang hingga Rp 50 triliun beberapa waktu lalu. Dengan membentuk Pansus, Iqbal berharap ada titik terang dalam menghadapi polemik ini.
“Pansus JHT, ini jadi pintu masuknya, kemana nih uang, waktu itu kan ada dramatisasi wah digrebek tuh kantor pusat BPJS katanya ada potensi loss BPJS ketenagakerjaan potensi loss Rp 50 triliun turun tiba-tiba Rp 20 triliun, jangan-jangan ini benar. Tiba-tiba itukan bikin aturan baru nih, jangan-jangan ini benar,” terangnya.
Ia menyebut, pembentukan Pansus ini juga sebagai langkah konkret yang bisa dilakukan oleh DPR RI. Pembentukan ini, menurutnya bisa diinisiasi oleh sejumlah partai yang menyatakan penolakannya terhadap aturan baru jaminan hari tua.
“DPR juga jangan pencitraan-pencitraan nolak-nolak di media, tapi begitu diminta bentuk pansus gak di bentuk-bentuk. Partai-partai yang menolak-menolak itu harus ambil inisiatif, kalau saya tak salah ada 2-3 partai tuh yang menolak, bikin pansus, kan sudah ada pemeriksaan BPK,” tuturnya.
Baca Juga
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tiga Bulan
Sementara, dalam kurun waktu tiga bulan sejak saat ini, Presiden Partai Buruh itu menilai bisa dimanfaatkan untuk mendalami polemik Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 ini.
“Sampai dengan Mei ini kesempatan gali semua, hak interpelasi kalau perlu, hak angket, itukan memang hak konstitusionalnya DPR ini pintu masuk. Kok bikin aturan di tengah PHK masih besar, kalau pertumbuhan ekonomi baru pertambangan, sawit, batubara, manufaktur ini masih banyak,” katanya.
“Karyawan kontrak dan outsourcing siapa yang bayar? Dia gak dapat JKP, nah JHT nya itu dia butuh,” imbuh dia.
Advertisement