Sri Mulyani Pakai APBN Buat Turunkan Emisi CO2

APBN menjadi instrumen kebijakan yang sangat penting di dalam menentukan dan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat, termasuk untuk menurunkan emisi CO2.

oleh Tira Santia diperbarui 22 Feb 2022, 11:55 WIB
Diterbitkan 22 Feb 2022, 11:55 WIB
Sri Mulyani Mencatat, Defisit APBN pada Januari 2019 Capai Rp 45,8 T
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). APBN 2019, penerimaan negara tumbuh 6,2 persen dan belanja negara tumbuh 10,3 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Anggaran Pendapatan dan Belanja negara (APBN) merupakan salah satu alat untuk mencapai tekad Indonesia mewujudkan kesejahteraan rakyat. APBN ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi tanpa menimbulkan konsekuensi terhadap emisi CO2.

Diketahui, Indonesia berkomitmen untuk menurunkan CO2 sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan upaya dan dukungan internasional. Hal itu disampaikan Sri Mulyani dalam webinar Green Economy Outlook 2022, Selasa (22/2/2022).

“Salah satu tools yang penting bagi kita untuk mencapai tekad tersebut adalah APBN yaitu keuangan negara,” kata Sri Mulyani.

Menurutnya, APBN menjadi instrumen kebijakan yang sangat penting di dalam menentukan dan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat.

Sehingga Pemerintah bisa terus berikhtiar menaikkan kesejahteraan dan kegiatan ekonomi, namun pada saat juga bisa berupaya menurunkan CO2.

Transformasi inilah yang Pemerintah desain dalam berbagai upaya mendesain fiskal atau anggaran pendapatan dan belanja negara. Hal ini selaras dengan rencana pembangunan jangka menengah pemerintah yang sudah ditetapkan hingga tahun 2024.

“Di mana kita berupaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan, meningkatkan ketahanan bencana dan perubahan iklim, serta bagaimana mendesain pembangunan yang rendah karbon,” kata Sri Mulyani.

Maka, Kementerian Keuangan sebagai pengelola APBN keuangan Negara telah menyusun kebijakan yang kita sebut climate change fiscal Framework yaitu suatu kerangka kebijakan yang sesuai dalam mendukung tantangan climate change.

Hal Ini juga sesuai atau konsisten dengan tekad untuk menurunkan CO2 bahkan net Zero emission pada tahun 2060.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Kebutuhan Anggaran

Hutan Bakau di Pesisir Marunda Memprihatinkan
Kondisi hutan bakau di pesisir kawasan Marunda, Jakarta, Selasa (27/8/2019). Tutupan hutan tersebut berakibat bertambahnya emisi karbon dioksida hingga 4,69 kilo ton. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Adapun berdasarkan perhitungan second Biennialupdate report tahun 2018, yang merupakan spesialis untuk menghitung berapa kebutuhan dana bagi Indonesia di dalam mencapai tekad menurunkan CO2.

Dalam report tahun 2018 disebutkan bahwa kebutuhan anggaran untuk menurunkan CO2 atau mencapai tingkat penurunan CO2, sesuai dengan yang telah disampaikan Indonesia adalah sebesar Rp 3.461 triliun sampai dengan tahun 2030.

“APBN tadi di dalam fiskal framework mencoba untuk memerankan di dalam mendukung langkah-langkah untuk penurunan karbon tersebut. Bagaimana kita menggunakan tools APBN pertama dari sisi penerimaan negara atau perpajakan,” jelasnya.

Pemerintah menggunakan perpajakan untuk bisa memberikan insentif bagi dunia usaha, agar kemudian melihat kesempatan di dalam investasi di perekonomian hijau sebagai suatu kesempatan atau peluang yang baik.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya