Liputan6.com, Jakarta - Kenaikan harga komoditas pangan dan energi di tingkat global mulai dirasakan dampaknya di Indonesia. Inflasi atau kenaikan harga umum per Juni 2022, sudah melebihi target inflasi sebesar 3 persen plus minus 1 persen secara tahunan (yoy) tahun ini.
Lantas apa itu inflasi dan apa saja faktor penyebab inflasi di Indonesia?
Baca Juga
Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Eugenia Mardanugraha, menjelaskan bahwa inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu.
Advertisement
Sementara, deflasi merupakan kebalikan dari inflasi yaitu penurunan harga barang secara umum terus menerus, kalau angka inflasinya negatif itu yang disebut deflasi.
Di Indonesia, inflasi IHK dikelompokkan menjadi inflasi inti dan inflasi non-inti.
Dia menjelaskan, inflasi inti yaitu komponen interaksi yang cenderung menetap atau persisten atau komponen di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental seperti interaksi permintaan penawaran.
“Jadi kalau permintaannya lebih tinggi itu terjadi inflasi, dibandingkan dengan penawaran. Kemudian lingkungan eksternal ini terjadi pada negara seperti Indonesia ya kalau ada Gejolak nilai tukar maka akan terjadi inflasi, karena kita banyak lakukan impor impor kalau nilai tukarnya terdepresiasi maka terjadi inflasi,” kata Eugenia dalam Diskusi Publik Megawati Institute, Minggu (10/7/2022).
Selain itu, yang menyebabkan inflasi inti adalah harga komoditi internasional, itu naik maka harga komoditi di dalam negeri itu juga naik. Selanjutnya, ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Inflasi Non-inti dan Administered Prices
Sedangkan, inflasi non inti yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental.
Komponen inflasi non inti terdiri dari inflasi komponen bergejolak (volatile food), yaitu inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shock (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional.
“Jadi kalau inflasi non-inti itu adalah terjadinya secara volatile dari hari ke hari kemudian adanya komponen harga yang diatur oleh pemerintah. Kalau ada kenaikan pajak pada produk-produk tertentu atau pemerintah mengenakan pajak yang lebih tinggi. Nah itu yang yang akan melibatkan satu produk itu akan naik atau turun,” ujarnya.
Lalu, inflasi komponen harga yang diatur oleh Pemerintah (administered prices) yaitu inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan.
Advertisement
Determinan dari Inflasi
Lebih lanjut, Eugenia menjelaskan, determinan dari inflasi itu ada tiga, pertama cost push. Inflasi ini timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation) dari sisi permintaan (demand pull inflation) dan dari ekspektasi inflasi.
Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara mitra dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur Pemerintah dan terjadi negative supply shock, akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.
Kedua, demand pull inflation yang disebabkan oleh tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya.
“Jadi ini dari sisi konsumen yaitu rumah tangga, kalau rumah tangga itu boros belanja terus setiap hari itulah yang menyebabkan terjadinya inflasi,” ujarnya.
Determinan ketiga, adalah ekspektasi. Kalau di dalam teori ekonomi modern faktor ekspektasi ini lah yang mendorong terjadinya inflasi. Bukan cost push dan demand full lagi tetapi ekspektasi.
Ekspektasi itu adalah apa yang dipikirkan oleh para pelaku usaha baik produsen atau konsumen itulah yang terjadi. Itulah yang menyebabkan tindakan yang dilakukan.
“Misalnya ada ekspektasi bahwa di tahun depan ada isu bahwa pajak pajak kendaraan bermotor itu akan dinaikkan lagi ya atau kalau sekarang PPNBM dihapuskan dan nanti akan diberlakukan maka rumah tangga itu memborong mobil tuh dari sekarang itu adalah ekspektasi,” pungkasnya.