Liputan6.com, Jakarta - Ekonomi Jepang menunjukkan rebound karena konsumsi swasta yang solid. Hal ini menunjukkan pemulihan ekonomi dari dampak Covid-19 di negara itu.
Dilansir dari CNBC International, Senin (15/8/2022) Produk domestik bruto (PDB) Jepang tumbuh 2,2 persen secara tahunan pada kuartal kedua, mempercepat dari kenaikan 0,1 persen yang direvisi pada Januari-Maret 2022, menurut data pemerintah negara itu.
Baca Juga
Namun, pertumbuhan PDB Jepang kali ini lebih kecil dari perkiraan pasar secara rata-rata sebesar 2,5 persen.
Advertisement
Pertumbuhan tersebut sebagian besar didorong oleh kenaikan 1,1 persen dalam konsumsi swasta, yang menyumbang lebih dari setengah PDB Jepang.
Meski PDBnya telah tumbuh, ketidakpastian dari kembali naiknya penyebaran Covid-19 masih menghantui ekonomi Jepang, serta lonjakan inflasi di berbagai negara, kendala pasokan hingga kenaikan harga bahan baku yang meningkatkan biaya hidup rumah tangga.
Diketahui, Jepang masih tertinggal dari negara ekonomi besar lainnya dalam pemulihan penuh dari pukulan pandemi Covid-19 karena konsumsi yang lemah, sebagian disebabkan oleh pembatasan aktivitas yang berlangsung hingga bulan Maret 2022.
Para pembuat kebijakan berharap permintaan yang terpendam akan menopang konsumsi sampai upah naik guna mengimbangi kenaikan biaya hidup.
Tetapi ada ketidakpastian apakah perusahaan akan menaikkan gaji di tengah meningkatnya risiko permintaan global yang melambat, kata menurut analis.
Pada periode Januari-ke-Maret, ekonomi Jepang sempat menyusut 0,9 persen.
Ramalan Nomura: AS, Inggris, Eropa Hingga Jepang Bakal Resesi 12 Bulan Kedepan
Kepala ekonom di perusahaan keuangan jepang Nomura, Rob Subbaraman meramal bahwa sejumlah negara ekonomi besar di dunia akan jatuh ke dalam resesi dalam 12 bulan ke depan, karena bank sentral bergerak untuk secara agresif memperketat kebijakan moneter untuk melawan lonjakan inflasi.
Pernyataan Subbaraman menandai ramalan terbaru dari banyak prediksi bank-bank besar di dunia terkait resesi ekonomi.
"Saat ini bank sentral, banyak dari mereka telah beralih ke mandat tunggal, dan itu untuk menurunkan inflasi. Kredibilitas kebijakan moneter adalah aset yang terlalu berharga untuk hilang. Jadi mereka akan menjadi sangat agresif," kata Subbaraman, yang juga merupakan kepala riset pasar global Asia ex-Japan, dikutip dari CNBC International Selasa (5/7/2022).
"Itu berarti kenaikan tarif muatan depan. Kita sudah memperingatkan selama beberapa bulan tentang risiko resesi. Sekarang kita melihat banyak negara maju yang benar-benar bakal jatuh ke dalam resesi," ujarnya kepada CNBC Street Signs Asia.
Selain Amerika Serikat, Nomura juga memperkirakan resesi akan terjadi di negara-negara Eropa atau zona euro, Inggris, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Kanada tahun depan.
Subbaraman menyebut, bank-bank sentral di seluruh dunia mempertahankan kebijakan moneter yang longgar terlalu lama, dengan harapan inflasi akan bersifat sementara.
"Satu hal lagi yang saya tunjukkan bahwa, ketika ada banyak ekonomi yang melemah, Anda tidak dapat mengandalkan ekspor untuk pertumbuhan. Itulah alasan lain mengapa kita menganggap risiko resesi ini sangat nyata dan kemungkinan akan terjadi,” jelasnya.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Indonesia Kebanjiran Investasi Rp 137 T dari Perusahaan Otomotif Jepang, Korea dan China
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah mengantongi sekitar Rp 137,94 triliun komitmen investasi dari perusahaan otomotif asal Jepang, Korea Selatan dan China. Investasi tersebut berasal dari Jepang sebesar Rp 116,1 triliun (83,31 persen), disusul Korea Selatan sebesar Rp 10,54 triliun (7,56 persen), dan China sebesar Rp 11,3 triliun (8,11 persen).
Jika ditambah dengan investasi dari Uni Eropa dan dalam negeri, sebesar Rp 1,42 triliun (1,02 persen), maka terdapat 21 industri perakitan kendaraan roda empat atau lebih dengan total investasi mencapai Rp 139,36 triliun di Indonesia.
Dalam hasil lawatan ke Jepang, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita berhasil memegang komitmen investasi dari Mitsubishi Motor Company (MMC) sebesar Rp 10 triliun yang akan direalisasikan pada 2022-2025. Selanjutnya, Toyota Motor Corporation (TMC) akan menambah investasi Rp 27,1 triliun untuk 5 tahun ke depan (2022-2026).
"Mitsubishi terus merealisasikan komitmen untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu basis produksi mobil hybrid dan meningkatkan pasar ekspor. Termasuk melakukan perluasan pasar ekspor baru, dari 30 menjadi 39 negara sampai dengan tahun 2024," ujar Menperin dalam keterangan tertulis, Sabtu (30/7/2022).
Selain dari Jepang, pelaku otomotif Korea Selatan juga terus meningkatkan penanaman modalnya di Indonesia. Perusahaan kendaraan asal Korea Selatan, Hyundai, telah mulai memproduksi kendaraan secara massal untuk produk jenis B-SUV, MPV, dan EV SUV di pabrik Karawang, Jawa Barat sejak Januari 2022 lalu.
Hyundai juga telah meluncurkan Ioniq 5, kendaraan listrik pertama produksi pabrik tersebut pada Maret 2022. Pada tahap pertama, Hyundai menginvestasikan USD 750 Juta di Indonesia dengan total kapasitas produksi sebanyak 150.000 unit per tahun. Diantaranya saat ini digunakan untuk memproduksi EV sebanyak 3.000 unit per tahun dan akan ditingkatkan sesuai dengan permintaan.