Liputan6.com, Jakarta - Covid-19 terus menjadi hambatan bagi para tenaga kerja di berbagai negara di dunia, tak terkecuali di Amerika Serikat.Â
Studi baru menemukan bahwa long Covid-19, kondisi dimana seorang penyintas Covid-19 masih merasakan gejala penyakit tersebut dalam jangka waktu yang lama, menyebabkan 4 juta orang di AS tidak dapat bekerja.
Baca Juga
Dilansir dari CNN Business, Jumat (26/8/2022) laporan Brookings Institution menemukan ada sekitar 16 juta orang di AS usia kerja (antara usia 18 dan 65 tahun) yang mengalami long Covid-19 saat ini.
Advertisement
Sebagai informasi, penderita long-Covid-19 menghadapi berbagai gejala yang dapat membuat mereka sulit untuk bekerja, termasuk kabut otak, kecemasan, depresi, kelelahan, hingga masalah pernapasan.
Brookings Institution memperkirakan 2 hingga 4 juta orang di AS kehilangan pekerjaan karena gejala Covid-19 yang berkepanjangan.Â
Temuan ini muncul ketika banyak sektor dan industri di AS, termasuk pendidikan, restoran, dan perawatan kesehatan, berjuang dengan kurangnya tenaga kerja yang memicu inflasi terburuk dalam empat dekade.
Adapun tingginya kerugian yang tercatat dari penderita long Covid-19.
Brookings memperkirakan, tidak hadirnya 3 juta pekerja karena long Covid-19, membuat angusnya pendapatan sekitar USD 168 miliar atau setara Rp 2,4 kuadriliun dalam setahun.
Jumlah itu pun belum termasuk beban ekonomi penuh dari long Covid-19, ungkap Brookings, yang mencakup biaya produktivitas yang rendah, biaya perawatan kesehatan, dan hilangnya produktivitas perawat.
"Jika pasien long Covid-19 tidak mulai pulih pada tingkat yang lebih tinggi, beban ekonomi akan terus meningkat," tulis penulis laporan Brookings Institution.
Apa yang Perlu Dilakukan Pemerintah?
laporan Brookings Institution juga menemukan bahwa jika populasi penderita long-Covid-19 tumbuh hingga 10 persen setiap tahun, maka dalam 10 tahun biaya tahunan dari upah yang hilang akan mencapai setengah triliun dolar.
"Dampak ini akan memburuk dari waktu ke waktu jika AS tidak mengambil tindakan kebijakan yang diperlukan," kata penulis Brookings.
Mereka juga menyerukan setidaknya lima tindakan dari pemerintah untuk meringankan beban ekonomi dari Covid-19 yang berkepanjangan.
Langkah-langkah ini termasuk bantuan upaya pencegahan dan pengobatan yang lebih baik, cuti sakit berbayar yang diperluas, peningkatan akomodasi tempat kerja, akses yang lebih luas ke asuransi, dan pengumpulan data yang ditingkatkan.
Advertisement
Covid-19 Hambat Ekonomi China, Alibaba dan Tencent Perketat Pinggang
Perusahaan e-commerce terbesar di China, Alibaba dan media sosial Tencent merasakan efek dari perlambatan ekonomi yang disebabkan oleh wabah terbaru Covid-19 di China, yang berdampak pada belanja konsumen hingga anggaran iklan.
Kedua perusahaan besar itu melaporkan perlambatan pendapatan untuk pertama kalinya di kuartal kedua 2022.Â
Dilansir dari CNBC International, Senin (22/8/2022) Tencent membukukan penurunan pendapatan kuartalan year-on-year untuk pertama kalinya.
Karena pendapatan tetap berada di bawah tekanan, baik Alibaba maupun Tencent disebut lebih disiplin saat ini dalam pendekatan mereka terhadap pengeluaran.
"Selama kuartal kedua, kami secara aktif keluar dari bisnis non-inti, memperketat pengeluaran pemasaran kami, dan memangkas biaya operasional," ungkap CEO Tencent Ma Huateng kepada analis.
"Ini memungkinkan kami untuk meningkatkan pendapatan secara berurutan meskipun dalam kondisi yang sulit," jelasnya.Â
Adapun Presiden Tencent Martin Lau yang mengatakan bahwa perusahaannya keluar dari bisnis non-inti seperti pendidikan online, e-commerce, dan game dari layanan streaming langsung.
Perusahaan juga memperketat pengeluaran pemasaran dan mengurangi area investasi yang rendah seperti akuisisi pengguna. Beban penjualan dan pemasaran Tencent turun 21 persen YoY di kuartal kedua.
Jumlah karyawan perusahaan yang berkantor pusat di Shenzhen juga turun hingga 5.000 personel dibandingkan kuartal pertama.
Sementara itu, Chief strategy officer di Tencent yakni James Mitchell meyakini bahwa dengan inisiatif ini ditambah investasi di area baru, perusahaan dapat "mengembalikan bisnis ke pertumbuhan pendapatan year-on-year, bahkan jika lingkungan makro tetap seperti sekarang ini dan bahkan jika pertumbuhan pendapatan tetap datar".
Pemerintah Sudah Gunakan Rp 177 Triliun untuk Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto membeberkan penggunaan angaran Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN). Totalnya, mencapai sekitar Rp 177 triliun.
Angka ini merupakan akumulasi dari penggunaan anggaran dari sisi penanganan kesehatan, perlindungan masyarakat, dan penguatan pemulihan ekonomi nasional.
Rinciannya, di sisi penanganan kesehatan telah digunakan Rp 35,4 triliun atau sekitar 28,9 persen dari pagu anggaran Rp 122,54 triliun. Ini digunakan untuk insentif tenaga kesehatan dan dukungan anggaran belanja daerah.
"Perlindungan masyarakat sudah digunakan Rp 82,3 triliun atau 53,2 persen," kata Menko Airlangga dalam Konferensi Pers Evaluasi PPKM, Selasa (23/8/2022).
Rinciannya, untuk Program Keluarga Harapan (PKH) untuk 10 juta Keluarga Penerima Manfaat, lalu sembako bagi 8,8 juta KPM. BLT Minyak Goreng dikucurkan Rp 7,2 triliun bagi 23,9 penerima, BLT Dana Desa Rp 17,1 triliun untuk 7,5 KPM.
Selanjutnya bantuan pedagang kaki lima dan warung, nelayan sebesar Rp 1,3 triliun. Serta Kartu Prakerja Rp 8,9 triliun tuntuk 2,5 juta peserta.
"Penguatan pemulihan ekonomi sudah digunakan Rp 60,4 triliun atau 33,8 persen dari pagu Rp 178,3 triliun. Ini untuk kegiatan padat karya, infrastruktur ketahanan pangan kemudian TIK kawasan industri, umkm dan insentif perpajakan," jabarnya.
Ia menyebut, di posisi ini APBN mengambil peran sebagai shock absorber dalam penanganan covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. "Ini dilaksanakan sesuai dinamika yang ada," tukasnya.
Advertisement