Liputan6.com, Jakarta - Total aset BUMN secara konsolidasi mencapai Rp 8.978,1 triliun dari 92 BUMN di 2021. Posisi teratas diduduki oleh BUMN di klaster perbankan dan klaster energi.
Deputi Keuangan dan Manajemen Risiko Kementerian BUMN Nawal Nely mengungkapkan, ada lima perusahaan pelat merah yang mencatatkan aset paling banyak. Yakni, Bank Mandiri, BRI, Telkom, Pertamina dan PLN.
Baca Juga
"Top five kita ada Mandiri, BRI, Telkom, PLN, dan Pertamina dari segi komposisi aset," ujarnya dalam konferensi pers Sosialisasi Laporan Tahunan Konsolidasian BUMN, di Kementerian BUMN, Rabu (28/9/2022).
Advertisement
Terjadi peningkatan nilai aset dari tahun 2020 di angka Rp 8.331 triliun menjadi Rp 8.978,1 triliun di 2021. Artinya ada peningkatan sekitar 8 persen atau setara Rp 647 triliun dalam satu tahun.
Dia mengungkap kalau dari sisi pendapatan, BUMN klaster energi dan klaster farmasi meningkat. Keduanya yakni Holding BUMN Pertambangan, MIND ID dan Holding BUMN Farmasi, Bio Farma.
Keduanya mendapatkan keuntungan di masa pandemi. Misalnya, klaster farmasi karena adanya penjuakan vaksin. Serta klaster energi karena adanya peningkatan harga komoditas.
"Untuk jatah profit paling besar datang dari Mandiri, BRI, Telkom, dan klaster energi juga karena porsi cukup besar," ujarnya.
Â
Pendapatan BUMN di 2021
Terpisah, Menteri BUMN Erick Thohir merilis laporan keuangan tahunan konsolidasian BUMN. Dengan begitu, laporan kinerja dari seluruh BUMN bisa dihimpun dalam satu laporan keuangan.
Erick mengatakan kalau transformasi di tubuh BUMN bukan hanya di sisi model bisnis dan sumber daya manusia (SDM). Tapi juga menyasar konsolidasi laporan keuangan secara menyeluruh.
"Karena tentu sebagai perusahaan milik negara, kita penting sekali mempunya buku yang merupakan yang kita bisa baca bersama-sama, dan ini menjadi bagian juga dari transparasi dan Good Corporate Governance (GCG) yang kita ciptakan selalu dimana keterbukaan itu menjadi suatu hal yang penting buat kita semua," paparnya dalam konferensi pers di Kementerian BUMN, Rabu (28/9/2022).
Erick mengatakan dari laporan laba rugi konsolidasi Portofolio BUMN, dapat dilihat kinerja perekonomian secara keseluruhan. Pendapatan konsolidasi tahun 2021 meningkat menjadi Rp 2.292,5 triliun, atau tumbuh 18,8 persen dibandingkan tahun 2020.
"Artinya apa? angka ini angka yang sangat signifikan, kalau kita bandingkan dengan APBN negara kita yang kurang lebih angkanya mungkin Rp 2.500 triliun, jadi proporsionalnya hampir mirip," kata dia.
Hal ini didorong oleh pertumbuhan harga komoditas global, peningkatan penjualan akibat peningkatan aktivitas penanggulangan Covid-19 dan pertumbuhan volume penjualan akibat pemulihan sebagian kegiatan ekonomi di beberapa klaster.
Â
Advertisement
Meningkat
Sementara margin EBITDA, sebagai indikasi efisiensi operasional, mengalami peningkatan menjadi 20,4 persen di tahun 2021 terutama disebabkan perbaikan efisiensi pada beban operasional tidak langsung.
Adapun restrukturisasi utang dan penurunan tingkat bunga pinjaman pada tahun 2021 mengakibatkan penurunan beban bunga konsolidasi dari semula Rp 91,5 triliun di tahun 2020 menjadi Rp 73,5 triliun di tahun 2021.
Dengan adanya laporan ini, nantinya bisa jadi salah satu modal untuk mengidentifikasi kinerja masing-masing perusahaan. Ditambah lagi, adanya laporan yang menyeluruh dari mulai pendapatan hingga proses kinerja perusahaan.
Â
Transparansi
Buku laporan konsolidasian ini disebut menjadi yang pertama di Kementerian BUMN. Tujuannya untuk meningkatkan transparansi dan bentuk pertanggungjawaban pengelolaan BUMN kepada publik.
"Dan ini saya rasa baik, ketika kita punya early warning system, ketika kita bisa melihat identifikasi masing-masing performance dari masing-masing bumn, kita juga bisa memprediksi daripada keberlanjutan ataupun startegi besar BUMN itu kedepannya," paparnya.
Menurutnya, di era saat ini, setelah melewati pandemi covid-19 ditambah situasi geopolitik global, diperlukan adanya roadmap jangka panjang. Baik dari sisi kementerian BUMN maupun bagi masing-masing perusahaan pelat merah.
Advertisement